SUARA INDONESIA

Piring Malawen Khas Dayak Ternyata Miliki Hubungan Historis dengan China Daratan

Gito Wahyudi - 16 September 2020 | 23:09 - Dibaca 8.59k kali
Peristiwa Daerah Piring Malawen Khas Dayak Ternyata Miliki Hubungan Historis dengan China Daratan
Mahasiswa dan pelajar Kota Palangkaraya ikut merawat benda koleksi sejarah di Museum Balanga.

PALANGKARAYA - Salah seorang dari tiga narasumber yang di hadirkan dalam kegiatan perawatan piring malawen yang dilaksanakan di Museum Balanga, Profesor Kumpiady, menyebutkan bahwa benda khas masyarakat adat dayak Kalteng itu bagi sebagian orang diyakini mempunyai kekuatan mistis atau magis, yakni membuat makanan yang ditaruh diatasnya dapat bertahan lama dan tidak basi, tidak terasa pahit ataupun asin.

Hal ini lah yang membuat benda tersebut menurut Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Palangkaraya tersebut memiliki nilai yang tinggi serta diburu para penggemar barang antik dan kolektor.

Profesor Kumpiady juga menjelaskan, dalam kajian ilmiahnya bahwa piring malawen yang digunakan masyarakat dayak tempo dulu sebagai tempat menaruh sesajen atau tempat makan bersama di acara adat dan sebagai tempat barang mistis atau magis tersebut mempunyai hubungan dengan bangsa China pada kisaran 1000-3000 Tahun sebelum Masehi.

Dimana menurutnya, pada kurun waktu tersebut, orang China yang berasal dari Yunan Selatan tengah mencari tempat baru karena di daerah asli mereka saat itu sudah kelebihan penduduk, dan masuk ke Indonesia. Sebagian ke Kalimantan tepatnya di daerah Banjarmasin dan Pontianak.

"Mereka melakukan migrasi melalui beberapa tahap. Gelombang pertama Protomelayu (melayu tua), campuran jawa, dayak, dan melayu. Kedua Detromelayu (muda), dan terakhir pada abad pertama dan kedua inilah misi perdagangan yang membawa barang pecah belah piring, mangkok, guci dan melakukan barter dengan masyarakat dayak dan adat tempat di cina sabagai bukti pihaknya memang memproduksi barang pecah belah waktu itu, termasuk piring melawan," jelasnya.

Lebih lanjut, terkait asli atau tidaknya piring malawen, Kumpiady menyampaikan bahwa agak susah membedakannya, karena hingga saat ini masih ada yang memproduksi barang tersebut. Seperti di daerah Singkawang, Kalbar. Meskipun demikian, ia berharap generasi muda tetap bisa terus melestarikan budaya dan peninggalan sejarah suku dayak.

"Kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak Museum Belanga hari ini sangat menarik, terutama pada benda budaya piring malawen. Yang pertama tentang asal-usul dari benda itu sendiri, kedua adalah manfaat, dan ketiga adalah cara perawatannya,"imbuhnya.

Sementara itu, Ilham Sri Kuncoro salah seorang peserta dari Fakultas Teknik Sipil Universitas Muhamadiyah saat dikonfirmasi terkait kegiatan tersebut menyampaikan bahwa pelajar dan mahasiswa yang ikut serta dalam praktek perawatan benda budaya tersebut mendapatkan informasi dan juga tambahan ilmu sejarah yang sebelumnya belum didapati secara gamblang terkait benda-benda budaya tersebut.

Para peserta juga menurutnya mendapatkan jawaban atas setiap pertanyaan yang diajukan secara jelas oleh para narasumber yang dihadirkan. Seperti pertanyaan terkait kemiripan wajah orang dayak dengan etnis Tionghoa (China) yang di jawab secara ilmiah oleh narasumber dari Universitas Palangka Raya.

"Kegiatan selama tiga hari ini menambah wawasan dan sangat edukatif, karena kita sebagai mahasiswa harus mengenal apa saja budaya, benda budaya, serta histori terkait kebudayaan yang ada di Kalimantan Tengah, sehingga bisa kita rawat dan jaga agar kedepannya anak cucu kita bisa masih melihat warisan budaya leluhur masyarakat adat dayak," ujarnya.

Dikonfirmasi setelahnya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Tengah, Guntur Talajan, yang hadir langsung didampingi Kepala UPT Museum Balanga Hasanudin, Kasie penyajian dan pelayanan edukasi Jimmy R. E. G. untuk menutup secara resmi kegiatan yang dimulai semenjak tanggal 14 -16 September 2020 tersebut menambahkan bahwa kegiatan ini dilaksanakan sebagai sarana edukasi, sosialisasi, dan promosi terkait kebudayaan Provinsi Kalteng dengan menyasar kaum milenial yang diharapkan menjadi influencer di sosial media.

Selain itu, menurutnya dalam kegiatan ini pihaknya bersama dengan UPT Museum Balanga juga secara masif mengkampanyekan penegakan pelaksanaan protokol kesehatan. 

"Generasi milenial juga diharapkan dapat mempromosikan dan memperkenalkan melalui media sosial kepada khalayak umum tentang kebudayaan dan tradisi yang dimiliki, sehingga kedepannya tingkat pengunjung dan minat masyarakat luas datang ke Museum Balanga, untuk mempelajari kebudayaan juga meningkat," pungkasnya. (hce).

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Gito Wahyudi
Editor :

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV