SUARA INDONESIA - Kurikulum Merdeka memberi keleluasaan bagi pendidik dan peserta didik untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan bagian penting dari Kurikulum Merdeka. Melalui P5 diharapkan bisa mencetak lulusan di setiap jenjang satuan pendidikan yang kompeten, berkarakter dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila.
Ada beberapa prinsip untuk mencapai tujuan P5, antara lain: kontekstual, berpusat pada peserta didik dan eksploratif. Prinsip kontekstual mendasarkan kegatan pada pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Prinsip ini dapat mendorong pendidik dan peserta didik untuk menjadikan lingkungan sekitar dan realitas khidupan sehari-hari sebagai bahan utama pembelajaran. P5 diharapkan bisa memilih kegiatan yang sesuai dengan kondisi saat ini.
Bangsa Indonesia saat ini sedang dilanda krisis identitas diri yang disebabkan oleh lunturnya budaya dan kearifan lokal masyarakat. Untuk mengatasi kondisi tersebut maka kegiatan P5 SMP Negeri 1 Ngawi memilih tema Kearifan Lokal dengan sub tema Keduk Beji.
Dengan tema ini diharapkan dapat membangun rasa ingin tahu dan kemampuan inkuiri melalui eksplorasi tentang budaya dan kearifan lokal masyarakat Ngawi.
Keduk Beji di desa Tawun yang sekarang sudah menjadi agenda tahunan, tak bisa dipisahkan dari kisah patih Matawun sebagai cikal bakal lahirnya desa Tawun. Desa Tawun pada masa itu mengalami kesulitan air.
Masyarakatnya yang bermata pencaharian sebagai petani, hidup miskin. Keadaan berubah menjadi lebih makmur setelah Matawun menemukan sendang (sumber air) yang oleh masyarakat disebut sendang Matawun.
Matawun mempunyai dua orang putra bernama Raden Ludro Joyo dan Raden Hascaryo. Raden Ludro Joyo menekuni bidang pertanian dan membantu ayahnya sebagai pemuka masyarakat desa Tawun. Sedangkan Raden Hascaryo yang menekuni bidang ketatanegaraan (pemerintahan) di kerajaan Pajang.
Ketika desa Tawun mengalami kekeringan yang menyebabkan hasil pertanian terancam gagal panen, Raden Ludro Joyo melakukan Matirto atau semedi di sendang Matawun (sekarang disebut sendang Tawun). Raden Ludro Joyo memohon pada yang Maha Kuasa agar diberi sumber air yang cukup untuk pertanian.
Namun tiba-tiba jasadnya hilang atau muksa. Peristiwa itu terjadi pada hari Selasa Kliwon. Setelah Raden Ludro Joyo muksa, terjadi keajaiban. Di tempat itu muncul sumber air yang besar. Matawun dan masyarakat berusaha mencari Raden Ludro Joyo.
Mereka bersama-sama menguras sendang Tawun dengan harapan bisa menemukan Raden Ludro Joyo. Namun usaha mereka tidak berhasil. Untuk mengenang dan menghormati pengorbanan Raden Ludro Joyo yang telah mengorbankan jiwa raganya bagi seluruh penduduk Tawun, maka sampai sekarang diadakan ritual Keduk Beji dengan cara menguras sumber air Tawun.
Tradisi Keduk Beji dilakukan pada hari Selasa Kliwon bulan Sya’ban. Pada tahun ini juga dilaksanakan pada hari Selasa Kliwon yang jatuh pada tanggal 6 September 2022.
Sebelum kegiatan puncak tradisi Keduk Beji, para pemuda melakukan Tarian Kecetan atau Tarian Cambuk. Tarian Kecetan merupakan tradisi yang diwarisi dari para soreng yang mahir dalam menggunakan cambuk.
Matawun sebagai pimpinan para soreng terkenal memiliki cambuk sakti bernama cambuk Kyai Jabarnas. Selain menggelar tarian Kecetan di dekat sendang Tawun dimeriahkan dengan beksan atau Gambyong.
Pada saat Keduk Beji, masyarakat Tawun berkumpul dengan membawa sesaji berupa jajanan pasar dan makanan khas setempat. Pelaksanaan ritual Keduk Beji dipimpin oleh seorang Juru Kunci (tetua adat).
Acara menjadi sangat meriah ketika seluruh warga secara bersama-sama mencebur ke dalam kolam dan bermain air atau mandi sepuasnya. Kegiatan ini dilakukan sebagai simbul bahwa mereka saling membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan.
Puncak ritual Keduk Beji yang paling sakral dan unik adalah ketika Juru Kunci menyelam ke dasar sumber. Sumber tersebut diyakini sebagai tempat di mana Raden Ludro Joyo melakukan semedi dan akhirnya muksa. Selain untuk menghormati Raden Ludro Joyo, Keduk Beji juga sebagai ungkapan syukur atas panen mereka yang berlimpah.
Setelah memahami kisah Keduk Beji, peserta didik SMP Negeri 1 Ngawi yang melaksanakan P5 dengan menyaksikan kegiatan Keduk Beji secara langsung dapat memperoleh beberapa nilai kearifan lokal, antara lain: Rela berkorban bagi kepentingan masyarakat seperti yang dicontohkan oleh Raden Ludro Joyo, Menghormati jasa para leluhur, Saling memberishkan diri dari kesalahan dan Bersyukur kepada Tuhan.
Semoga generasi muda semakin mencintai budayanya dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Ari Hermawan |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi