SUARA INDONESIA, JEMBER – Konferensi Cabang (Konfercab) XX Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kencong, menjadi momentum spesial. Karena pada forum musyawarah tertinggi tingkat cabang ini, PCNU Kencong menerbitkan buku tentang sejarah kelahirannya. Ada lima orang yang terlibat dalam penyusunan buku historis tersebut.
“Secara resmi Nahdlatul Ulama lahir di Surabaya pada 16 Rajab 1444 H atau 31 Januari 1926 H, sebagai kelanjutan dari pengiriman delegasi dalam komite Hijaz yang diprakarsai oleh KH Wahab Hasbullah. Tiga tahun kemudian, para ulama pengikut mbah Hasyim Asy’ari dari Gresik, Haji Zaini Dahlan membawanya ke Kencong, tepatnya pada tahun 1929,” jelas Abd Rohim, tim penulis buku berjudul “Jalan Panjang Sejarah Lahirnya PCNU Kencong”.
Menurutnya, buku ini ditulis oleh tim yang dibentuk PCNU Kencong pimpinan Kiai Zainil Ghulam yang akrab disapa Gus Ghulam. Tim penulisan sejarah NU Kencong ini dipimpin oleh Gus Tanthowi Jauhari, Wakil Sekretaris PCNU Kencong yang beranggotakan empat orang dengan latar belakang berbeda.
Selain Abd Rohim yang berlatar belakang seorang guru yang menulis sejarah NU Kencong, juga ada Y. Setyo Hadi, kurator Museum Boemi Puger. Ia menulis tentang sejarah Islam di sekitar Kencong. Berikutnya untuk sejarah NU secara nasional ditulis oleh Gus Rijal Mumazziq Z, Rektor UAS Kencong. Nama terakhir adalah Muslim, organisatoris yang aktif di GP Ansor Kencong.
Awalnya, tugas ini sulit terselesaikan karena kesibukan dari anggota tim. Namun, tanpa mengurangi tugas dari anggota tim lainnya, Abd Rohim, selaku penulis bagian sejarah NU Kencong, akhirnya menyelesaikan yang khusus bagian ini, dengan tidak mengurangi peran anggota tim lainnya.
“Buku ini diselesaikan di waktu jelang Konfercab NU Kencong agar bisa dijadikan oleh-oleh peserta konfercab. Meski di sana sini masih banyak kekurangan, terbitnya buku ini bisa dijadikan pelecut untuk penerbitan sejarah NU berikutnya, agar nantinya ada di antara generasi penerus yang bisa menyempurnakan terbitnya buku ini,” ungkap Abd Rohim.
Malalui sinopsis buku, mantan Ketua GP Ansor Kencong ini melanjutkan sejarah perkembangan NU di daerah bekas kawedanan ini. Pembawa NU ke Kencong, Zaini Dahlan, kemudian mendirikan pengajian-pengajian untuk warga di sekitar kediamannya.
Bersama Kiai Sholihi, Zaini Dahlan mendirikan pengajian yang diberi nama An Nahdlah di sebuah musala pinggir jalan raya Jember-Lumajang, tepatnya di sebuah langgar wakaf. Kini musala tersebut masih berfungsi dengan baik yang berada di samping Kantor Telkom Kencong.
Semakin hari, kajian yang diselenggarakan oleh Haji Zaini Dahlan kian banyak pengikutnya. Bahkan di beberapa daerah sekitarnya, juga mendirikan kegiatan pengajian yang sama.
Maraknya kajian keagamaan ala ahlussunnah wal jamaah yang dipelopori oleh Haji Zaini Dahlan tersebut, di kemudian hari dibentuklah struktur organisasi Nahdlatul Oelama kring NU Kencong.
Kring NU Kencong ini tidak menginduk ke pengurus NU MWC atau Cabang NU manapun, karena di wilayah Jember saat itu NU belum berdiri secara resmi. Itu terjadi pada tahun 1929 atau tiga tahun setelah NU secara nasional dideklarasikan.
“Adapun struktur organisasi Kring NU Kencong pertama dengan Rois Syuriyah Kiai Sholihi dan Presiden Tanfidziyah Haji Zaini Dahlan sendiri,” paparnya.
Kring NU Kencong mengalami perkembangan cukup pesat. Di daerah sekitarnya lahir kring-kring NU baru. Maka pada 1934 dibentuklah Central NU Kencong, yaitu struktur organisasi NU setingkat cabang yang membawahi beberapa kring NU. Saat itu, belum ada istilah MWC dan PC.
Di tahun 1934 ini, Kring NU Kencong bergabung dengan PCNU Jember, karena pada 1934 NU masuk ke Jember setelah Kiai Wahab bersama Abdullah Ubayd datang ke Jember menemui Kiai Shiddiq untuk memperkenalkan NU.
Saat itu, sebelum terbentuk kepengurusan NU, di Jember sudah ada sebuah organisasi bernama Ittihadul Mudakirin, organisasi dakwah berfaham ahlussunnah wal jamaah yang dipimpin oleh KH Machfudz Shiddiq, putra Mbah Shiddiq, Talangsari. “Begitu ada NU, organisasi Ittihadul Mudakirin ini berubah menjadi Nahdlatul Oelama,” terang Abd Rohim.
Central NU Kencong menjadi bagian dari NU Jember tidak berlangsung lama, sekitar tiga tahunan. Atas perjuangan kiai-kiai NU Kencong, pada 21 September 1937, secara resmi NU Kencong berdiri sebagai cabang tersendiri dengan Rois Syuriyah KH Abdul Kholiq menggantikan Rois Syuriyah kedua KH Syarif. Sedangkan tanfidziyahnya dipimpin oleh Haji Thohir.
Banyak peran penting yang dimainkan Haji Thohir dalam memimpin NU Kencong, termasuk memperjuangkan tanah GG milik PG Gunungsari agar kembali dikelola oleh rakyat, terutama warga NU Kencong.
“Di samping seorang pejuang, Haji Thohir ini juga dikenal sebagai tokoh pemberani, bahkan berhadapan dengan Van Der Plas, Gubernur Hindia Belanda, sekalipun,” ucapnya.
Abd Rohim menambahkan, NU Kencong mengalami kevakuman cukup lama, terutama ketika Jepang menancapkan kekuasaannya di Indonesia. Dan itu tidak hanya pada NU, tapi semua organisasi pergerakan yang ada di Indonesia dibekukan.
Di masa pergolakan mempertahankan kemerdekaan ini, peran perjuangan kiai-kiai NU berpindah di laskar, yaitu bergabung dengan Lasykar Sabilillah, Lasykar Mujahidin, dan berbagai laskar lainnya untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI.
“NU Kembali bangkit dan efektif lagi setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949,” sambungnya.
Pada 1950, NU Kencong kembali aktif dengan mengadakan konferensi yang ditempatkan di Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo, Kecamatan Puger. Pada konferensi ini, KH Jauhari Zawawi, Pengasuh PP Assunniyyah Kencong terpilih sebagai Rois Syuriyah, dan Haji Thohir terpilih kembali sebagai Ketua Tanfidziyah.
Ada tiga program utama pascakonferensi ini, yang keberadaannya bisa dirasakan hingga sekarang. Pertama mendirikan lembaga pendidikan. “Adapun lembaga pendidikan yang didirikan yang manfaatnya bisa dirasakan hingga saat ini adalah Lembaga Pendidikan NU yang kini bernama Yunisma Kencong,” tutur Abd Rohim.
Kedua mendirikan yayasan untuk menyantuni anak yatim dan anak-anak terlantar. Yayasan ini masih bertahan hingga kini, bahkan semakin berkembang. Yayasan yang beralamat di Jalan Semeru tersebut bernama Yayasan Athfal dan resmi dibawah naungan LKKNU PCNU Kencong.
Ketiga adalah perjuangan dalam ranah politik. Perlu diketahui, pada muktamar di Palembang, NU secara resmi keluar dari Masyumi dan berdiri sendiri sebagai partai politik dan ikut pemilu pada tahun 1955.
“Di Kencong, meski statusnya bukan cabang tingkat kabupaten, tapi NU Kencong berdiri sendiri sebagai partai NU. Dan pada pemilu tahun 1955 bisa mengantarkan kadernya untuk duduk di DPRD Kabupaten Jember,” pungkasnya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Magang (Fathur Rozi) |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi