SUARA INDONESIA, BERAU - Kelompok Tani Usaha Bersama Meraang (UBM) bersama Pasukan Merah 1001 Mandau yang dipimpin oleh Koordinator Lapangan (Korlap) Sair Lubis, melayangkan tuntutan kepada PT Berau Coal (BC) terkait penguasaan lahan tanpa kontribusi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Lubis menegaskan bahwa lahan tersebut secara sah milik Poktan UBM berdasarkan pengesahan dari Pemerintah Desa Tumbit Melayu, namun PT BC telah menggunakan lahan tersebut tanpa memberikan kompensasi yang layak.
"Bayangkan bertahun-tahun mereka (PT BC) gunakan lahan kami untuk kegiatan tambang dan jalur hauling, tapi tak pernah ada kontribusi apapun. Padahal, lahan itu sah milik kami. Wajar kalau kami menuntut ganti untung," ujar Lubis, mengungkapkan kekecewaannya.
Tidak hanya merasa dilangkahi terkait penggunaan lahan, Lubis juga menyampaikan bahwa anggota Poktan UBM sering kali dihalangi untuk beraktivitas, seperti berladang di tanah mereka sendiri, sementara PT BC tetap beroperasi di lahan yang bukan haknya. "Kami dilarang ke lahan kami sendiri, tapi mereka (PT BC) masih bebas menggunakan lahan itu," tambahnya.
Upaya mediasi yang difasilitasi oleh DPRD Provinsi sempat diadakan, namun berakhir tanpa hasil. Menurut Lubis, PT BC tidak serius dalam menyelesaikan masalah ini, bahkan tidak membawa isu tersebut ke jajaran pimpinan di Jakarta.
Pada mediasi tersebut, PT BC sempat menawarkan harga sebesar Rp 5.000 per meter persegi untuk lahan yang mereka gunakan, namun tawaran ini ditolak oleh Poktan UBM karena dianggap tidak sepadan dengan nilai lahan serta kerugian yang telah mereka alami selama bertahun-tahun.
"Kami punya 646 anggota dan luas lahan 1.290 hektare. Tidak masuk akal jika kami dianggap menghalangi aktivitas tambang, padahal itu lahan kami sesuai dengan surat yang dikeluarkan oleh pemerintah desa setempat," ujar Lubis.
Lubis juga menambahkan bahwa ia dan kelompoknya telah berjuang hingga ke Kantor DPRD Provinsi dan Jakarta, namun hingga kini belum ada titik terang. Dia berharap ada keadilan bagi masyarakat yang merasa haknya dirampas oleh perusahaan besar.
"Bisa dihitung berapa keuntungan besar yang mereka dapatkan dari lahan kami, sementara kami hanya bisa menyaksikan penderitaan kami sendiri," ungkapnya dengan nada tegas.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Berau Coal belum dapat dihubungi untuk memberikan tanggapan atas tuntutan tersebut.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo sebelumnya telah menegaskan bahwa terkait pembebasan lahan, pemerintahannya tidak lagi menerapkan sistem ganti rugi, melainkan ganti untung. Lubis dan kelompoknya berharap prinsip ini diterapkan oleh PT BC dalam menyelesaikan konflik lahan dengan masyarakat Poktan UBM.
Dengan kasus ini, diharapkan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah-wilayah masyarakat adat dan kelompok tani dapat lebih memperhatikan hak-hak pemilik lahan dan menjalankan prosedur yang adil sesuai dengan kebijakan pemerintah terkait. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Mohamad Alawi |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi