SUARA INDONESIA, JEMBER- Guna memaksimalkan peran kritis pemuda Jember dalam pilkada serentak 2024, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jember menggelar talkshow yang menghadirkan Komisioner KPU dan Bawaslu sebagai pembicara.
Harapannya, para pemuda dapat ikut andil dalam memantau demokrasi yang ada di Jember, khususnya pada saat pemilu serentak tahun ini. Mengingat banyak beredar hoaks mengenai pilkada yang dilakukan oleh individu maupun kelompok tertentu.
“Agar tahu posisi anak muda, yakni sebagai intermediary actor (aktor perantara, Red). Sebagai subjek atau aktor politik, bukan objek politik,” ujar Ketua Umum HMI Cabang Jember, Ikhlasun Malik Fajar, saat ditemui seusai acara di salah satu kafe Kecamatan Sukorambi, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis 26 September 2024.
Komisioner Bawaslu, Ummul Mu Minat menjelaskan, dalam undang-undang yang mengatur pemilu, mengharuskan pesta demokrasi tersebut berjalan dengan damai, jujur dan adil.
"Sehingga anak muda perlu mengawasi jalannya pemilu. Agar terpenuhi tiga unsur tersebut. Tetapi dalam mengawasi juga harus ada bukti. Sebab jika tidak, maka akan menjadi berita hoaks," ujar Ummul.
Selain itu, dirinya juga meminta agar pemuda yang biasanya lebih mudah mengakses informasi, memberikan pengetahuannya mengenai pemilu kepada masyarakat, khususnya bagaimana dalam memilih salah satu paslon.
"Agar pemimpin yang dipilih adalah tokoh yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat Jember," ujar Ummul, saat menjadi pembicara dalam talk show tersebut.
Sehingga, kata dia, masyarakat Jember tidak memilih atas dasar kebutuhannya secara pribadi, namun melihat sosok calon pemimpin tersebut sebagai tokoh yang bermanfaat untuk masyarakat secara umum.
"Karena kebiasaan orang Jember memilih berdasarkan tongket alias settong seket (satu Rp 50.000, Red). Atau berse, beres ben pesse (beras dan uang, Red)," candanya, dalam talkshow.
Karena dalam penulisannya, jika terjadi politik uang, yang mendapat sanksi hukum bukan hanya yang memberi, tetapi juga penerima. “Karena peraturan rezim (hukum) pemilihan, berbeda dengan rezim (hukum) pemilu,” tandas Komisioner Bawaslu Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa tersebut. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Fathur Rozi (Magang) |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi