SUARA INDONESIA - Hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia kembali mencuri perhatian setelah Presiden AS Joe Biden mengirim delegasi khusus untuk menghadiri pelantikan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka.
Langkah ini dinilai sebagai strategi diplomasi penting AS di tengah persaingan sengitnya dengan China untuk merangkul erat Indonesia, salah satu negara kunci di kawasan Indo-Pasifik.
Prabowo Subianto, yang merupakan mantan Komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), sempat memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan AS.
Pada tahun 2000, ia sempat masuk daftar orang yang dilarang masuk ke AS karena dugaan keterlibatan dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) selama periode 1997-1998.
Hal ini membuat hubungan antara AS dan Prabowo membeku selama bertahun-tahun.
Namun, pada tahun 2020, Pemerintah AS mencabut larangan terhadap Prabowo setelah ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan di kabinet Presiden Joko Widodo.
Ini menjadi titik balik penting dalam hubungan kedua pihak. Bahkan, selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo melakukan kunjungan resmi ke AS dan menandatangani sejumlah kerja sama pertahanan, termasuk pengadaan jet tempur F-15EX dari AS.
Pengiriman delegasi khusus AS yang dipimpin oleh Duta Besar Khusus untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Linda Thomas-Greenfield, menandai momen penting dalam diplomasi AS-Indonesia.
Delegasi ini juga terdiri dari pejabat tinggi lainnya, seperti Duta Besar AS untuk Indonesia Kamala Shirin Lakhdhir, Panglima Komando Indo-Pasifik Laksamana Samuel Paparo, dan Asisten Khusus Presiden Joe Biden, Mira Rapp-Hooper.
Kehadiran mereka menunjukkan keseriusan AS dalam menjaga hubungan strategis dengan Indonesia di tengah meningkatnya pengaruh China di kawasan.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Diponegoro, Mohamad Rosyidin, menilai pengiriman delegasi tersebut bukan hanya tradisi diplomatik, tetapi juga bentuk keseriusan AS untuk merangkul Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo.
AS jelas tidak ingin Indonesia, yang memiliki peran penting di ASEAN dan Indo-Pasifik, condong ke arah China, mengingat kawasan ini menjadi ajang persaingan hegemoni kedua negara besar tersebut.
Indonesia, dengan posisinya yang strategis di kawasan Indo-Pasifik, menjadi salah satu aktor kunci dalam rivalitas antara AS dan China.
Sebagai salah satu negara terbesar di Asia Tenggara dan anggota ASEAN, Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas kawasan, yang semakin menarik perhatian negara-negara adidaya.
Melalui pengiriman delegasi ini, AS berusaha memastikan bahwa Indonesia tidak akan sepenuhnya berpihak pada China.
Sebaliknya, Prabowo juga memahami pentingnya menjaga hubungan baik dengan AS.
Selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan, ia sudah menjalin berbagai kerja sama dengan AS, terutama di bidang pertahanan.
Ini menunjukkan bahwa Prabowo berusaha menjaga keseimbangan hubungan antara AS dan China, serta mengedepankan kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Suzie Sudarman PhD, menilai langkah AS ini bertujuan untuk mempersuasi pemerintahan baru Indonesia agar tetap merangkul AS di tengah persaingan dengan China.
Menurut Suzie, AS ingin mempertahankan posisinya sebagai pemimpin global dan berharap Indonesia dapat memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas kawasan Indo-Pasifik.
Namun, Suzie juga mengingatkan bahwa Indonesia memiliki kebijakan luar negeri bebas aktif, yang memungkinkan negara ini menjaga hubungan baik dengan berbagai pihak tanpa harus berpihak secara mutlak.
Oleh karena itu, AS perlu melakukan upaya yang lebih persuasif jika ingin Indonesia mendukung penuh kepentingan mereka di kawasan.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Aditya Mulawarman |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi