SUARA INDONESIA, JOMBANG- Petani Desa Glagahan, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, sejak sebulan terakhir menghadapi masalah serius akibat serangan hama burung emprit. Burung-burung kecil yang gemar memakan bulir padi ini, bisa menyebabkan kerugian besar jika tidak segera ditangani.
Di area persawahan yang terbentang luas di Desa Glagahan, para petani terlihat sibuk memasang berbagai alat untuk mengusir hama burung emprit. Salah satunya menggunakan bendera plastik yang digantungkan pada tali, kemudian ditarik agar bergerak-gerak guna menakut-nakuti burung-burung tersebut.
Cara ini terlihat sederhana, namun cukup efektif. Bendera plastik yang berkibar karena tarikan angin atau tangan petani, berhasil mengusir burung emprit yang biasanya datang pada jam tertentu, baik pagi maupun siang hari. Meski terkesan simpel, metode ini sangat penting untuk menjaga hasil panen agar tidak terganggu.
Salah satu petani, Satiman (50), menjelaskan bahwa penggunaan bendera plastik jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan pemasangan jaring yang biayanya cukup mahal.
“Pakai jaring itu biayanya mahal, bisa habis sampai satu juta lebih. Kalau pakai bendera plastik, biayanya cuma 28 ribu saja, jauh lebih murah,” ujar Satiman, saat ditemui di sawahnya, Kamis (7/11/2024).
Menurutnya, meski biaya menggunakan bendera plastik lebih rendah, tapi efektivitasnya tetap terjaga. "Bendera plastik itu cukup efektif untuk mengusir burung, apalagi kalau kita pasang di waktu yang tepat, pagi dan sekitar jam satu siang, saat banyak burung emprit datang," tambahnya.
Selain bendera plastik, beberapa petani memang mempertimbangkan untuk menggunakan jaring, namun harga sewa atau pembelian jaring dinilai cukup membebani. Itulah mengapa bendera plastik menjadi pilihan yang lebih populer di kalangan petani desa ini.
Serangan burung emprit umumnya akan berkurang ketika biji padi mulai mengeras, mendekati masa panen. “Kalau padi sudah usia 80 hari, bijinya mulai mengeras, burung emprit sudah jarang datang. Tapi kalau masih muda, serangan burung tetap berlangsung,” jelas Satiman.
Bagi petani seperti Satiman, menjaga sawah dari serangan hama burung emprit adalah perjuangan yang harus dilakukan setiap hari. Dengan peralatan seadanya, mereka tetap berusaha mempertahankan hasil pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian utama di Desa Glagahan.
Di tengah tantangan ini, semangat dan kreativitas petani lokal untuk mengatasi masalah hama burung tetap terjaga. Setiap upaya mereka, meski sederhana, menjadi contoh betapa pentingnya inovasi dalam bertani agar hasil panen tetap optimal. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Gono Dwi Santoso |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi