SUARA INDONESIA, INTERNASIONAL - Dalam minggu ini, rubel Rusia mengalami tekanan luar biasa hingga mencatat nilai terendahnya sejak Maret 2022. Mata uang ini jatuh tajam setelah pemberlakuan sanksi baru dari Amerika Serikat terhadap bank-bank Rusia yang aktif di sektor perdagangan internasional.
Meski begitu, Presiden Rusia Vladimir Putin meyakinkan publik bahwa situasi tetap terkendali dan tidak ada alasan untuk panik.
Pada 2024, bank sentral Rusia menetapkan nilai tukar resmi rubel terhadap dolar AS sebesar 108 rubel per dolar. Nilai ini menurun hingga 10 persen dibandingkan pekan sebelumnya. Sebagai respons, pemerintah Rusia menghentikan pembelian mata uang asing untuk menopang rubel, yang sebelum perang biasanya berada di kisaran 75-80 rubel per dolar.
Langkah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah tekanan sanksi dan ketegangan geopolitik yang terus memanas akibat perang di Ukraina.
Dalam konferensi pers di Kazakhstan, Putin menepis klaim bahwa perang di Ukraina menjadi satu-satunya penyebab krisis nilai tukar ini. Menurutnya, ada banyak faktor yang memengaruhi nilai rubel, termasuk harga minyak dan pembayaran anggaran.
“Fluktuasi rubel adalah bagian dari dinamika ekonomi yang lebih besar. Ini juga dipengaruhi oleh faktor musiman,” kata Putin.
Meski begitu, para ekonom menilai bahwa sanksi Amerika Serikat memainkan peran besar dalam memperlemah rubel. Sanksi tersebut memperketat akses bank-bank Rusia ke pasar internasional, sehingga menghambat perdagangan global Rusia.
Tekanan pada rubel membawa dampak besar pada daya beli masyarakat Rusia. Inflasi kini mencapai dua kali lipat dari target resmi bank sentral, yaitu 4 persen. Penurunan nilai mata uang ini semakin meningkatkan harga barang impor, yang pada akhirnya memperberat beban masyarakat.
Namun, pemerintah Rusia tetap optimis. Mereka menilai bahwa pengeluaran besar untuk belanja militer telah memperkuat perekonomian domestik. Hal ini didukung oleh pertumbuhan positif ekonomi Rusia sejak invasi ke Ukraina dimulai pada 2022.
Selain menghentikan pembelian mata uang asing, Rusia juga mempertimbangkan langkah lain untuk menopang nilai rubel, seperti menaikkan suku bunga atau mengubah kebijakan pajak. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kepercayaan kepada pasar dan masyarakat.
Putin juga menekankan bahwa pemerintah akan terus memonitor situasi dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Meskipun rubel tengah menghadapi tekanan besar, pemerintah Rusia, di bawah kepemimpinan Putin, tetap menunjukkan sikap optimis. Melalui kebijakan yang terfokus pada stabilitas, Rusia berupaya meredam dampak negatif dari sanksi dan menjaga keseimbangan ekonomi domestik.
Namun, tantangan ke depan masih besar. Dengan inflasi yang terus meningkat dan ketegangan geopolitik yang belum mereda, Rusia perlu melibatkan semua sumber daya dan strategi untuk mengatasi krisis ini. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Aditya Mulawarman |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi