SUARA INDONESIA, SURABAYA - Baret hijau, seragam pejuang, telunjuk yang menengadah. Sorot matanya tajam, ekspresi wajahnya penuh karisma. Itulah Bung Tomo dalam foto yang tak lekang waktu. Dalam dunia nyata, sosok Sutomo pun tak kalah garang. Tegas. Ceplas-ceplos. Khas Arek Suroboyo sejati.
Di usianya yang baru 25 tahun, Surabaya bergolak. Sekutu dan NICA menggempur. Namun, Bung Tomo berdiri di barisan depan, orasinya membakar semangat. Pekik "Merdeka!" menggema, menggerakkan rakyat Surabaya bagai gelombang besar yang tak mengenal surut.
Sosok heroik itu kembali hidup dalam pementasan Bung Tomo Pandu Garuda. Sebuah persembahan dari Yayasan Surabaya Juang, hasil kolaborasi seniman Jawa Timur. Pentas ini tidak hanya menghadirkan sisi kepahlawanan Bung Tomo, tetapi juga perjalanan hidup dan romantismenya.
Perjuangan yang Menginspirasi
"Yayasan Surabaya Juang menghidupkan kembali sosok Sutomo melalui teater. Sebuah upaya untuk menggugah kesadaran publik tentang makna kepahlawanan," ujar Heri Lentho, Pembina Yayasan Surabaya Juang.
Bung Tomo adalah pemersatu. Lewat orasinya, ia merajut kebhinekaan, membangkitkan semangat juang di tengah perbedaan. Nasionalisme yang mengakar itu lahir dari dunia kepanduan Indonesia, yang menjadi pondasi karakter Sutomo.
Kolaborasi yang apik tampak dalam pementasan ini. Dari Pritta Kartika The Voice Indonesia, Aya The Voice All Stars, hingga kelompok seni seperti Sanggar Karawitan Baladewa dan komunitas Surabaya Menari. Sebanyak 400 aktor terlibat, mempersembahkan kisah Bung Tomo yang memadukan semangat, kepemimpinan, dan cinta tanah air.
Pertempuran dan Romantisme
Bung Tomo tidak hanya dikenal karena keberaniannya melawan Sekutu. Ia juga dikenal karena keberaniannya menantang arus, termasuk berselisih dengan pemimpin bangsa, bahkan gurunya, Soekarno. Namun, bagi Bung Tomo, perjuangan adalah pilihan utama.
Dalam pentas ini, sisi romantis Bung Tomo turut dihadirkan. Ia adalah suami yang penuh kasih kepada istrinya, Sulistina. Di balik sosok pejuang yang gagah, ada pria sederhana yang setia kepada keluarga dan keyakinannya.
Warisan Abadi
"Bung Tomo Pandu Garuda" dipentaskan di Tugu Pahlawan, Surabaya, pada 30 November 2024. Kisahnya mengingatkan kita bahwa kepahlawanan bukan sekadar keberanian. Ada wawasan, kebijaksanaan, dan cinta mendalam kepada bangsa dan keluarga.
Seperti yang terjadi di 10 November 1945, Bung Tomo membuktikan bahwa Surabaya bukan hanya kota, tetapi simbol perlawanan. Sebuah neraka bagi penjajah, tapi surga bagi jiwa-jiwa merdeka.
Dan kini, melalui panggung teater, semangat itu tetap hidup. Bung Tomo bukan sekadar kenangan, tetapi inspirasi abadi bagi generasi masa depan. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Dona Pramudya |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi