SURABAYA - Ikatan Motor Indonesia (IMI) Jatim merasa kecewa atas sikap Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga serta Kepariwisataan (Disbudporapar) Surabaya.
Ketua IMI Jatim, Bambang Haribiwo mengatakan, kekecewaan dipicu karena ada salah satu klub anggota IMI Jatim dipersulit saat mengurus perizinan penggunaan sirkuit di kompleks Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) Surabaya untuk menggelar Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Drag Race akhir 28-29 Mei lalu.
"Sejak mengajukan izin sampai pelaksanaan Kejurnas, surat kami tak direspon dengan baik oleh Disbudporapar. Kalau seperti ini, lebih baik GBT dijadikan lahan parkir, tidak perlu sebagai sirkuit," kata Bambang.
Kekesalan IMI Jatim bertambah, kala Bambang mengetahui minimnya respon Kadisbudporapar, Wiwiek Widyawati. Ia menyebut, anak buah Eri Cahyadi itu memiliki sifat acuh, sehingga sulit ditemui atau dihubungi.
"Kami berharap Bu Kadis janganlah mempersulit penyelenggara event, teman-teman klub, dan pebalap-pebalap Surabaya maupun yang ada di Jatim untuk latihan. Makanya kami ke Komisi D untuk membantu mencarikan solusi," ungkapnya.
Ia mengaku jika selama ini IMI sangat kesulitan mengurus surat menyurat yang dirasa cukup berbelit-belit untuk suatu event. "Kalau dalam event, surat menyurat itu sudah biasa. Tapi tolong jangan dipersulit. Jika, toh, ada retribusi untuk membayar sewa sirkuit kami tak mempersoalkan. Hanya saja, harga sewa itu harus jelas dan sesuai petunjuk teknis (juknis), tidak abu-abu lagi," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Disbudporapar Surabaya, Wiwiek Widyawati menepis tudingan apabila dirinya acuh dan tak respon terkait hal yang disebutkan Ketua IMI Jatim.
"Intinya, tidak ada penolakan. sampai hari ini pun kami tak pernah menolak. Memang beliau (Ketua IMI Jatim Bambang Haribowo, red) belum ketemu kami," pungkasnya.
Masih dalam hal ini, Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Ajeng Wira Wati menyampaikan, pihaknya mencoba menjadi penengah terhadap persoalan yang terjadi antara Disbudporapar dan IMI Jatim.
"Komisi D di sini ingin memfasilitasi untuk membuka kran komunikasi yang buntu. Memang ada perda, karena itu harus ada komunikasi dua arah agar ke depannya lebih baik, optimal, dan tak ada salah paham," ujar Ajeng.
Ia juga mengingatkan dinas agar tidak membatasi penggunaan sirkuit GBT. Artinya, siapapun berhak menggunakannya, tapi Pemkot Surabaya memang punya perda sebagai acuan untuk menarik retribusi.
"Kita pastikan Disbudporapar untuk memfasilitasi, khususnya untuk arek-arek Surabaya dan Jatim. Karena pendapatan dari sewa itu masuk PAD, tidak ada yang di bawah tangan yang masuk ke oknum-oknum," tandasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Lukman Hadi |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi