SUARA INDONESIA

11 Tahun Guru Wanita di Probolinggo Menumpang Pick Up Sayur Ke Sekolah

Lutfi Hidayat - 25 November 2020 | 15:11 - Dibaca 4.62k kali
Pendidikan 11 Tahun Guru Wanita di Probolinggo Menumpang Pick Up Sayur Ke Sekolah
Lestari Rahayu Bersama Para Siswi SMPN 5 Sumber dan Aktivitas Belajar Mengajar

PROBOLINGGO - Perjuangan seorang guru wanita di Kota Probolinggo, Jawa Timur patut mendapatkan acungan jempol.

Lestari Rahayu (37) warga RT.04/RW.14 Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo mengabdikan dirinya sebagai tenaga pendidik di daerah pegunungan, dengan jarak tempuh menuju sekolah sekitar 45 KM dari rumahnya.

Profesi sebagai guru ia lakukan sejak tahun 2010 lalu, ia merintis SMPN 5 Sumber salah satu sekolah satu atap yang berada di lereng pegunungan Tengger Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo.

Hanya 20 orang siswa saat pertama kali ia mengabdikan diri di sekolah itu, selama setahun ia pun harus rela mengajar tanpa digaji.

Tak sampai disitu, Yayuk panggilan akrabnya harus berjuang menuju ke sekolah 2 kali dalam sepekan di masa-masa awal dan 5 hari dalam sepekan hingga saat ini. 

Tanpa gaji, Yayuk mesti berangkat ke sekolah sekitar pukul 05.30 pagi. Ia menumpang mobil penumpang umum (MPU) dari Kecamatan Bantaran dengan tarif Rp.15.000 untuk sampai ke sekolah di Desa Ledokombo, Kecamatan Sumber.

"Ke Bantaran itu saya diantar teman mas, karena mobil angkutannya berangkat dari sana. Tapi hanya bertahan satu tahun, sebab mobil angkutan jarang berangkat pagi," katanya, Rabu (25/11/2020).

Setahun berlalu, Yayuk beralih menggunakan MPU ke pick up atau truk sayur. Alasannya karena bisa berangkat lebih pagi untuk ke sekolah. Tumpangan pick up sayur itu ia jalani hingga saat ini secara gratis.

"Setelah ga ada MPU saya berganti menumpang angkutan sayur yang mau naik ke daerah atas," ungkapnya.

Yayuk diangkat sebagai tenaga guru tidak tetap (GTT) pada tahun 2017, ia pun mendapat honor Rp.1,3 juta rupiah per-bulan. Sebelumnya, selama 7 tahun Yayuk hanya mendapat gaji Rp.150.000 per-bulan.

"Setelah setahun ngajar tanpa gaji, akhirnya saya digaji 150 ribu per-bulan. Tahun 2017 saya diangkat sebagai GTT," tandasnya.

Saat pulang dari sekolah, Yayuk harus kembali berjuang untuk kembali sampai ke rumah. Jam pulang sekolah yang cukup siang sering kali membuatnya sampai ke rumah sore bahkan malam hari.

Menumpang kendaraan pengangkut sayur dengan jarak tempuh yang cukup jauh, tentu menjadi kekhawatiran pihak keluarga. Kakak tertua Yayuk sempat melarangnya mengajar di daerah pegunungan, begitu juga ibunya, Mukya juga memintanya berhenti mengajar.

Namun setelah dijelaskan bahwa mengajar sebagai pengabdian, keluarga Yayuk pun kembali menerimanya.

"Sempat dilarang sama kakak dan ibu saya. Saya kan perempuan, menumpang pick up sayur lagi, jadi mereka pasti khawatir," katanya.

Sarjana Ekonomi lulusan Universitas Panca Marga (UPM) Probolinggo tahun 2007 itu pun bertemu jodoh yang menjadi suaminya saat ini, Sunarto (47).

Pertemuan itu terjadi dari tumpangan demi tumpangan pick up sayur. Sunarto merupakan salah satu supir yang kendaraannya biasa Yayuk tumpangi untuk berangkat ke sekolah.

Suaminya yang diterima sebagai supir di sebuah perusahaan, tak membuat Yayuk berhenti mengabdikan diri sebagai guru. 

Bahkan saat diminta memilih mengajar di pegunungan atau di tengah kota, Yayuk memilih tetap bertahan mengajar di daerah terpencil.

"Ya namanya sudah kadung cinta sama sekolah itu mas, saya memilih tetap ngajar disana," tutupnya.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Lutfi Hidayat
Editor :

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV