SUARA INDONESIA

Tak Mengalir Karena Revitalisasi, Petani di Purworejo Ngadu ke DPRD

Widiarto - 13 August 2021 | 14:08 - Dibaca 1.75k kali
Peristiwa Daerah Tak Mengalir Karena Revitalisasi, Petani di Purworejo Ngadu ke DPRD
Perwakilan petani bersama kades saat bertemu ketua DPRD Purworejo, pada Jumat (13/8/2021)

PURWOREJO - Sejumlah Kepala Desa dan petani di wilayah Kecamatan Bayan, Purworejo dan Banyuurip, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mendatangi kantor DPRD Purworejo, pada Jumat (13/8/2021).

Kedatangan mereka diterima langsung oleh Ketua DPRD Purworejo, Dion Agasi Setyabudi. Mereka datang ke DPRD guna mengadukan nasib petani padi di 8 Kelurahan dan 1 Desa di wilayah Kecamatan Bayan, Purworejo dan Banyuurip, yang saat ini terkendala air lantaran pasokan air dari DI Kedungputri berhenti mengalir akibat ditutup karena masih dalam pengerjaan proyek revitalisasi.

Kedatangan mereka meminta ada kebijakan dari pelaksana kegiatan revitalisasi untuk mengalirkan air ke sawah milik petani walau hanya dua kali dalam seminggu.

Kades Kalimiru Kecamatan Bayan, Agung Yuli Priatmoko, mengatakan, dirinya datang ke DPRD Purworejo untuk membawa keluhan para petani yang ada di 8 kelurahan dan 1 desa di Kecamatan Bayan, Purworejo dan Banyuurip yang terdampak dengan revitalisasi DI Kedungputri. 

"Kondisi sekarang padi di usia 55 hari dan sangat membutuhkan aliran alir tapi di satu sisi di DI Kedungputri sudah tidak ada aliran.  Jadi kami mengadukan kendala ini kepada wakil kami dan alhamdulillah bisa diterima dengan baik oleh Ketua DPRD Purworejo," katanya, saat ditemui usai bertemu DPRD, pada Jumat (13/8/2021).

Pihaknya berharap, ada kebijakan dari pelaksana kegiatan revitalisasi, proyek tetap berjalan namun tetap memperhatikan kebutuhan para petani. 

"Harapan kami dari pelaksana kegiatan bisa fleksibel khususnya dengan melihat fakta dilapangan supaya kami para petani masih bisa merasakan panen. Walaupun teknis nanti kami serahkan kepada pelaksana kegiatan," harapnya.

Menurutnya, petani akan mengalami kerugian besar yaitu gagal panen jika sawah petani tidak dialiri air.

"Jadi kondisi sekarang luasan lahan hampir 400 hektar kalau estimasi kita per hektar bisa menghasilkan 6,8 ton itu sudah kelihatan berapa ribu ton potensi kegagalan panen dari petani," ujarnya.

Pihaknya meminta kepada DPRD Purworejo untuk segera menfasilitasi, berkomunikasi, berkoordinasi lebih lanjut dengan Balai Besar Sungai Serayu Opak (BBWSO) Yogyakarta sebagai pelaksana revitalisasi untuk melakukan tindakan cepat agar tanaman padi bisa terselamatkan. 

"Sudah 14 hari ini tidak mengalir. Dan kondisi lahan padi sudah mulai mengering," ucapnya.

Ketua DPRD Purworejo, Dion Agasi Setyabudi, mengaku akan segera membantu petani dengan cara melakukan komunikasi, koordinasi bersama pelaksana kegiatan revitalisasi yaitu Balai Besar Sungai Serayu Opak (BBWSO) Yogyakarta.

"DI Kedungputri yang sekarang sedang dikerjakan revitalisasinya kita mohon kebijakan dari BBWSO supaya aliran irigasi masih bisa mengalir, kita tidak minta harus 24 jam itu harus mengalir secara terus menerus tapi kita minta ada alokasi air yang mengalir dan masih bisa mengairi sekitar 400 hektar lahan sawah  itu. Nah kebijaksanaan ini tentu saja perlu kita diskusikan bersama antara pihak pelaksana maupun BBSWO," katanya.

Disampaikan, perlu ada komunikasi lebih lanjut supaya dari pihak pelaksana maupun dari pihak Balai Besar bisa memberikan keputusan secara baik dan bijak. 

"Jadi kita minta setidaknya dua kali dalam seminggu ada aliran air yang mengaliri sawah itu, saya kira ini hal teknis tapi kita minta kalau awal Agustus sampai akhir September 2021 ini betul-betul ditutup total maka petani akan sangat dirugikan secara ekonomi maupun secara tingkat kabupaten juga akan dirugikan atas ketahanan pangannya," jelasnya. 

Menurutnya,  masyarakat membutuhkan pekerjaan rivitalisasi agar menjadi lebih baik dan bermanfaat, tapi dilain sisi perlu dicari jalan tengah agar revitalisasi bisa tetap berjalan tapi dilain sisi petani tidak dirugikan. 

"Sehingga tanaman padi ini masih bisa tetap hidup dan mereka bisa panen dan kemudian ada perputaran ekonomi dan manfaat bagi mereka," ujarnya. 

Kepala kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemelihara Jaringan Irigasi (PJI) wilayah Kabupaten, Edi Nur Widyoko, yang ikut hadir dalam pertemuan itu mengatakan, UPT hanya bersifat operator dan kewenangan kebijakan ada di BBWSO Yogyakarta. 

"Kami sifatnya hanya sebagai operator dan kewenangan itu ada di Balai Besar, kita menunggu intruksi atau kesepakatan di Balai Besar dengan petani . Memang kondisi sekarang itu ditutup mulai 1 Agustus sampai dengan akhir Desember 2021 untuk pengerjaan revitalisasi dari HM 0 sejiwan sampai HM 93 di pangen koplak," pungkasnya.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Widiarto
Editor : Nanang Habibi

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya