SUARA INDONESIA

Dianggap Lemah Alat Bukti Terkait Kasus Pencabulan, Kapolres Madiun Akhirnya Digugat Balik

Prabasonta - 22 April 2022 | 22:04 - Dibaca 2.03k kali
Peristiwa Daerah Dianggap Lemah Alat Bukti Terkait Kasus Pencabulan, Kapolres Madiun Akhirnya Digugat Balik
Sidang Kasus Gugatan Terhadap Kapolres Madiun, terkait Kasus Pencabulan Terhadap Tersangka TW Yang Sudah Masuk Ketahap Pembuktian.

MADIUN- Gara gara penyidik Polres Madiun yang telah menetapkan TW sebagai tersangka dalam kasus pencabulan, dengan lemahnya alat bukti. Kini Kapolres Madiun AKBP Anton dipraperadilankan oleh keluarga tersangka.

Dengan berbekal barang bukti dan saksi korban, Kuasa Hukum tersangka TW, Dalu E Prasetyo SH mengatakan, bahwa kliennya menggugat Kapolres dengan alasan penetapan tersangka dianggap lemah.

Kuasa hukum TW mengatakan, menurut keterangan penyidik ada surat visum, yang diduga menjadi salah satu alat bukti pada kasus tersebut.

Kemudian, sebagai kuasa hukum, pihaknya meminta surat tersebut untuk kepentingan dalam pembelaan kliennya, namun tidak diberikan.

"Sebab itu sebagi hak kami guna membantu pembelaan kepentingan klien kami, dan tidak diberikan," katanya.

Pihaknya juga menanyakan kepada penyidik terkait unsur-unsur saksi. Namun, di tempat tersebut hanya terdapat satu saksi korban dan saksi pelapor, yang hanya mendengar tanpa melihat kejadian secara langsung.

"Nah disitu cuma ada satu saksi, saksi korban. Kemudian saksi pelapor hanya mendengar, jadi dia tidak melihat, mengalami atau melihat sendiri," terangnya.

Dirinya menambagkan, pihaknya menunggu dari penyidik apakah bisa kasus ini memungkinkan untuk di SP3, jika ternyata tidak memenuhi unsur seperti yang telah ditetapkan.

"Pada 8 Maret Kami menerima penetapan tersangka, yang hanya menjelaskan barang bukti dan alat bukti dan tidak jelas alat buktinya apa, apakah saksi, surat atau apa," kata kuasa hukumnya.

Menurut Prasetyo, jika hanya alat bukti surat dan tidak didukung dengan keterangan saksi maka pembuktiannya, dapat dikatakan sangat lemah.

Dirinya menyebut, untuk menentukan tersangka minimal harus dua kata bukti, sementara ada 5 alat bukti yang diatur dalam KUHP, antara lain saksi, surat, keterangan ahli, petunjuk dan keterangan terdakwa.

"Visum kami pertanyakan, sebab kejadiannya tanggal 6 Desember 2021.  Seminggu lebih baru dilaporkan, pada tanggal 15 Desember, lalu keluar visum. Visum apa, karena kasus ini dugaan pencabulan. Bukan pemerkosaan, jika pemerkosaan ada perubahan fisik. Ini hanya tuduhan pencabulan hanya memegang alat vital," lanjutnya.

Prasetyo menambahkan, kliennya dikenai tuduhan tentang pelanggaran UU Perlindungan Anak, yang mana ancaman hukumannya dapat menahannya dalam waktu satu kali 24 jam.

"Dan setelah dilaporkan itu, klien saya hanya dikenakan wajib lapor. Dan dinyatakan sebagai tersangka pada akhir Maret 2022 selanjutnya ditahan," ujarnya.

Sementara itu, Kapolres Madiun AKBP Anton P yang dikonfirmasi oleh beberapa awak media di tempat lain mengatakan, kesiapannya menghadapi gugatan praperadilan dari tersangka kasus pencabulan. 

"Kami siap hadapi gugatan dari pemohon. Kita akan siapkan pembuktian baik tekni maupun taktis penyidikan," jelas Anton.

Menurut Kapolres, sekarang gugatan praperadilan masuk ke tahap pembuktian dan masih berjalan. Soal alat bukti yang dikatakan lemah dalam penetapan tersangka, Kapolres nanti akan diuji dalam sidang.

Kapolres menambahkan, masing masing memiliki alat bukti silahkan diuji di persidangan praperadilan.

"Saya yakin akan hasilnya akan obyektif," pungkas Anton. ( Ery Pramudya)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Prabasonta
Editor : Imam Hairon

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya