SUARA INDONESIA

Tapal Batas Banyuwangi - Bondowoso Belum Jelas, Begini Kata Pengamat

Imam Hairon - 24 July 2021 | 08:07 - Dibaca 2.05k kali
Peristiwa Tapal Batas Banyuwangi - Bondowoso Belum Jelas, Begini Kata Pengamat
Kawah Ijen (Foto: Istimewa)


BANYUWANGI - Persoalan tapal batas antara Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi belum selesai. Kegaduhan masih berlanjut. Beberapa pihak menilai ada tangan-tangan tidak terlihat yang ikut campur dalam urusan administrasi daerah tersebut.

Kesepakatan antara Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestandani Azwar Anas dan Bupati Bondowoso KH. Salwa Arifin batal. Sebab, surat keputusan dicabut. Diduga, ada tekanan dari pihak tertentu. Apalagi, di batas dua daerah ini ada Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen. 

Sebelumnya, penandatangan tapal batas dua kabupaten tersebut difasilitasi Kemendagri, Pemprov Jatim dan dihadiri kedua Bupati di Surabaya. Namun tidak lama berselang, kesepakatan 'dipungkiri'.

Kondisi ini lazim, sebab penetapan tapal batas Kawah Ijen ada di tangan pemerintah pusat yakni Presiden RI Joko Widodo melalui Menteri Dalam Negeri. Artinya, hingga kini batas Ijen belum ditetapkan.

Moh. Husen, seorang aktivis Pengamat Kebijakan Budaya Banyuwangi menilai bahwa kegaduhan tentang kawah Ijen melibatkan campur tangan pihak lain.

"Saya merasa ada kekuatan samar yang menyeret-nyeret opini tapal batas dua daerah yang sudah ditandatangani kedua Bupati. Tidak jelas arahnya, dan siapa mereka," terangnya.

Ia menjabarkan, kemungkinan ada pihak yang membuat gaduh masalah yang semestinya pelan-pelan harus dilewati secara normatif dan obyektif. Menurutnya, seharusnya semua pihak menghormati proses.

"Tapi itulah keunikan Wong Banyuwangi. Sedikit ada bunyi, hebohnya minta ampun," imbuh penulis tiga buku ini.

Secara terpisah, aktivis dari Yayasan LBH Kawah Ijen Fitrul U'yun Sadewa juga berpendapat mengenai persoalan tersebut.

Mahasiswa S2 Hukum dan alumnus Universitas Brawijaya itu mengirim pernyataan via aplikasi pesan singkat WhatsApp.

"Pertama kita harus memahami fungsi tanda tangan dalam perjanjian," tulisnya.

Ia merujuk pada pasal 1876 KUH Perdata yang ditafsirkan bahwa terhadap suatu tulisan di bawah tangan yang ditandatangani, para pihak yang dihadapkan terhadap tulisan tersebut dapat melakukan dua hal, yakni 'mengakui' atau 'memungkiri' kebenaran tulisan atau tanda tangannya.

Masih kata U'yun, berdasarkan ketentuan tersebut, maka suatu tanda tangan memiliki fungsi sebagai verifikasi dan alat autentikasi yang pada umumnya memastikan kebenaran terhadap identitas penandatangan dan isi dari tulisan tersebut.

"Sehingga dapat dipahami bahwa pencantuman tanda tangan dalam suatu perjanjian bukanlah sebagai syarat sahnya perjanjian," tegasnya.

Menurutnya, tanda tangan hanya untuk memberi ciri atau untuk mempersonalisasi sebuah perjanjian. 

"Sedangkan dalam Pasal 1321 disebutkan bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan," beber U'yun.

Oleh karenanya, kebijakan Bupati Ipuk mencabut atau menarik tanda tangan yang dilakukan pada tanggal 3 Juni 2021 lalu adalah wujud dari tanggung jawab terhadap kepentingan rakyat Banyuwangi.

"Mengapa rakyat Banyuwangi tidak mengapresiasi dan berterimakasih ketika berita acara tersebut dicabut? Mengapa harus mempermasalahkan penekanan seperti apa yang dialami Bupati?" cetusnya.

Harusnya, lanjut U'yun, warga Banyuwangi bersyukur memiliki Bupati yang menghargai atasannya dan pendahulunya.

"Dalam hal ini adalah pihak Pemprov Jawa Timur dan Wakil Bupati Banyuwangi yang sudah menandatangani berita acara tanggal 16 juli 2019 Nomor: BA 44/BADH/IV/2019," ungkapnya. (amj)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Imam Hairon
Editor : Bahrullah

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV