SUARA INDONESIA, BANGKALAN - Mitos tentang tanah gersang, susah berkembang di Madura, kini mampu dipatahkan oleh Ponpes Sirajul Mubtadiin Labang, Bangkalan, Jawa Timur.
Selama setahun terakhir, kegiatan di Ponpes Sirojul Mubtadiin tak hanya berkutat seputar pembelajar agama saja. Namun, para santri dan masyarakat di lingkungan ponpes mempunyai kegiatan baru dan menyenangkan: bercocok tanam.
Energi positif tersebut telah ditularkan menjadi kegiatan yang bernilai ekonomis. Terlihat tanaman-tanaman sayur-mayur dan kebutuhan harian tertata di halaman ponpes. Selain itu, di halaman rumah warga sekitar juga berjejer Tanaman Dapur Hidup.
Keunggulan sistem penanamannya, setiap hari dapat dipanen secara bergantian. Sebab, setelah diambil buahnya, tanaman akan tumbuh kembali secara ajaib dalam waktu singkat. Hal itu tidak terlepas dari rahasia formulasinya.
Pantauan Suara Indonesia, buah cabe yang masih bibit 5 cm sudah tampak berbuah. Buah terong yang hanya setinggi 60 cm bisa menghasilkan buah 30 cm. Serta tomat yang berbuah lebat. Tak hanya itu, kacang panjang bisa berbuah sampai 3 meter dengan cabang dua. Rasanya pun manis dan renyah.
Salah satu Pengasuh Ponpes, KH Akhirus Zaman menjelaskan, ada 4 tahapan cara membudidayakan tanaman organik, yakni pengolahan lahan, pembuatan bibit, dan pembuatan pupuk. Terakhir, perawatan. Semua dibuat sendiri secara mandiri.
Baginya, empat tahapan itu, jika bersinergi akan menghasilkan produk buah tanaman organik yang unggul. Prinsipnya, setiap bibit itu unggul dan punya karakteristik tersendiri. Karena, semua tentang cara perawatan dan asupan gizi yang baik. Tanaman buah akan tumbuh maksimal.
Sistem penanamannya dimulai dari pengolahan lahan. Lahan yang diinginkan untuk ditanam, terlebih dahulu diproses dengan menggunakan serbuk kayu, pupuk kandang, dan bahan racikan lainnya. Proses itu penting untuk membentuk mikroba agar bisa menciptakan unsur hara yang baik bagi tanah.
"Di semua lahan kita bisa tanam. Tandus, kering, berbatu, ataupun berpasir. Perlakuannya berbeda pada setiap lahan. Ada tekniknya dan rahasianya. Kami menciptakan sistem simbiosis mutualisme antara mikroba dan tanaman sendiri. Sehingga asupan gizinya terpenuhi dengan sendiri," jelasnya.
Dia mengungkapkan, semua bahan diambil dari sekitar, tidak ada satupun membeli secara khusus. Mulai dari bahan pengolahan lahan, bibit, dan pupuk. Kecuali, mau menanam bibit yang tidak ada di sekitar. Prinsipnya, selama ada di sekitar, dia yakin bisa tumbuh dan kembangkan.
"Bibit diambil di dapur, sisa cabe busuk, tomat, terong. Semua diambil dari sehari-hari. Kalau mau stek dan asal tancap juga bisa," ujarnya.
Setelah itu, saat bibit yang dibuat sudah tumbuh, kemudian dipindah ke lahan yang sudah disiapkan. Perawatannya cukup disiram selama 1 kali setiap hari saat kemarau. Biasanya, sore atau malam. Kalau penghujan tentu tidak perlu disiram.
Disela masa berkembang, setiap 3 hari disiramkan formula transformer agar mikroba tanah dan tumbuhan sendiri bisa saling simbiosis mutualisme. Sehingga asupan gizi bisa terpenuhi.
"Saya sebut transformer, kalau orang umum sebutnya pupuk. Kita buat sendiri juga, dari bahan sekitar. Selama masih ada dan bisa dibuat, jangan membeli. Kalau formulanya, kita memang riset mandiri bertahun-tahun. Baru mulai tanam sejak 1 tahun terakhir. ," ungkapnya.
Dia menceritakan, 1 liter formula transformer bisa dicampur dengan 20 liter air. Disiramkan ke tanaman. Tanaman akan menjadi subur dan berbuah lebat dan lebih cepat panen. Ada 2 formula yang sudah diciptakan untuk menghasilkan produk organik unggul ini.
Menurutnya, setelah 60 hari dari seperti cabai sudah terus panen. Untuk terong dan tomat 40 hari bisa diambil. Kangkung dan sawi 25 hari. Semua masa tanamnya lebih cepat dari pada umumnya. Sebab, tiga pola ini diterapkan dengan baik. Hasilnya pun, nanti setiap tanaman buah bisa berbuah selama 1 tahun tanpa putus.
Prediksinya, jika sistem pengolahan lahannya pakai metode yang lebih ditingkatkan lagi. Tanaman bisa berbuah sampai 5 tahun tanpa putus. Tapi dengan memakai biaya lebih besar. Jadi, tidak perlu tanam bibit lagi.
"Kami memang berencana pengembangan yang lebih besar dan masif. Sementara hasil budidaya sekarang hanya dijual ke ponpes-ponpes sekitar. Itupun masih kurang. Makanya kami juga mengajak masyarakat sekitar dan pemuda untuk bertani menyenangkan," katanya.
Dia menerangkan, binaan dari kalangan pemuda ada yang tiap bulan sudah menghasilkan uang Rp 3 juta dari bertani di lingkungan rumahnya. Pihaknya juga berencana membuat Lahan Edufarming yang akan dibuatkan untuk anak-anak sekolah dan pemuda.
"Sementara harga jualnya kita samakan dengan yang umum. Memang target kami ingin menarik minat dan menularkan ilmu bertani pada pemuda. Iniloh, bertani itu menghasilkan uang, murah, menyenangkan, dan kerjanya hanya 2 jam tiap hari," terangnya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Moh.Ridwan |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi