SUARA INDONESIA

Sorotan Ketua Komisi I DPRD Bontang terhadap Kebijakan Penghapusan Jurusan di SMA

Mohamad Alawi - 27 July 2024 | 05:07 - Dibaca 1.06k kali
Advertorial Sorotan Ketua Komisi I DPRD Bontang terhadap Kebijakan Penghapusan Jurusan di SMA
Muslimin, Ketua Komisi I DPRD Kota Bontang, saat di wawancarai di Ruang Kerjanya, Rabu (24/7/2024). (Foto: Alawi/Suaraindonesia.co.id)

SUARAINDONESIA, BONTANG - Ketua Komisi I DPRD Bontang, Kalimantan Timur, Muslimin, mengkritisi kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) terkait penghapusan jurusan ilmu pengetahuan alam (IPA), ilmu pengetahuan sosial (IPS), dan bahasa di jenjang sekolah menengah atas (SMA). Muslimin menilai kebijakan tersebut dibuat tanpa mempertimbangkan kesiapan sekolah-sekolah di daerah pelosok untuk mengadopsinya.

Kebijakan ini merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang telah ditetapkan sebagai kurikulum nasional mulai tahun ajaran baru 2024/2025. Langkah strategis ini diharapkan dapat membantu murid lebih fokus mempersiapkan diri sesuai minat, bakat, dan rencana karir mereka, tanpa terbatasi oleh pembagian jurusan yang konvensional.

Politisi Golkar ini menekankan bahwa meskipun kebijakan tersebut telah melalui kajian, pemerintah pusat tidak seharusnya mengeluarkan regulasi secara semena-mena. "Kajian itu kan bisa tidak dilaksanakan kalau fakta, barangkali di daerah itu tidak memungkinkan," ujar Muslimin saat diwawancarai di Ruang Kerjanya beberapa waktu lalu.

Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih dulu memastikan kesiapan sekolah-sekolah yang berada di daerah, terutama yang terletak di wilayah pelosok, sebelum memberlakukan kebijakan tersebut. "Kalau langsung dibuatkan suatu aturan daerah bisa apa," tanya Muslimin, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak kebijakan ini bagi sekolah-sekolah yang mungkin belum siap.

Kurikulum Merdeka sendiri adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam, dengan konten yang lebih optimal agar siswa memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Namun, tanpa kesiapan yang memadai, implementasi kebijakan ini bisa menjadi tantangan besar bagi sekolah-sekolah di daerah pelosok.

Muslimin menambahkan bahwa seharusnya ada pendekatan yang lebih inklusif dan kontekstual dalam penerapan kebijakan pendidikan. Pemerintah perlu mempertimbangkan kondisi dan kemampuan sekolah-sekolah di seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya yang berada di perkotaan atau wilayah yang lebih maju. "Pusat tidak seharusnya semena-mena keluarkan regulasi," tegasnya.

Kritik dari Muslimin ini mencerminkan kekhawatiran banyak pihak tentang bagaimana kebijakan nasional diterapkan secara merata di seluruh daerah. Keberhasilan implementasi Kurikulum Merdeka tidak hanya bergantung pada konsep yang baik, tetapi juga pada kesiapan infrastruktur, sumber daya manusia, dan dukungan yang memadai di setiap sekolah.

Kedepannya, diharapkan pemerintah pusat dapat lebih mendengar masukan dari daerah dan melakukan evaluasi yang lebih menyeluruh sebelum mengeluarkan kebijakan besar. Hal ini penting agar setiap kebijakan yang diterapkan dapat benar-benar memberikan manfaat dan tidak menimbulkan kesulitan bagi sekolah-sekolah, terutama yang berada di daerah pelosok. (ADV)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Mohamad Alawi
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya