SUARA INDONESIA

DKK Ngawi Gelar Tadarus Budaya, Bertajuk Gerakan Eksistensi Kultur Agraris di Tengah Pragmatisme

Ari Hermawan - 03 April 2024 | 16:04 - Dibaca 541 kali
News DKK Ngawi Gelar Tadarus Budaya, Bertajuk Gerakan Eksistensi Kultur Agraris di Tengah Pragmatisme
Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono, saat berdiskusi dalam kegiatan Tadarus Budaya. (Foto: Ari Hermawan/Suara Indonesia)

SUARA INDONESIA, NGAWI - Bertempat di Pendapa Wedya Graha, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Dewan Kesenian dan Kebudayaan (DKK) Ngawi, menggelar acara Tadarus Budaya berupa diskusi, Selasa (2/4/2024). Tadarus Budaya itu bertajuk Gerakan Eksistensi Kultural Agraris di Tengah Pragmatisme.

Diskusi menghadirkan lima narasumber, yakni Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono, Wakil Bupati Ngawi Dwi Rianto Jatmiko, Sastrawan dan Budayawan Nasional juga sebagai Kedua Dewan Kesenian dan Kebudayaan Tjahjono Widijanto, aktivis pertanian Wahyudi dan Komite Penelitian dan Pengkajian Dewan Kesenian dan Kebudayaan Ngawi, Arsad Ragandi.

Dalam diskusi dihadiri oleh sekitar 80 orang peserta dari seniman (pekerja seni), komunitas-komunitas petani, kelompok sadar wisata, komunitas-komunitas sejarah, komunitas penulis kemudian mendiskusikan gagasan-gagasan bagaimana merayakan dan mengembalikan kembali kecintaan budaya agraris (sawah, pertanian dan pangan) melaui jalur budaya.

Aktivis pertanian, Wahyudi mengatakan bahwa kegiatan bertani tidak sekedar kegiatan yang mengedepankan produksi dan semata-mata berorientasi pada kalkulasi untung dan rugi dalam segi perekonomian.

"Bertani juga bagian dari tindak “budi dan daya” yang memandang pertanian sebagai keharmonisan lingkungan dan keberlanjutan kebudayaan," kata orang yang pertama kali mengenalkan konsep pemberdayaan bertani yang dikenal sebagai Karang Kitri.

Sedangkan Tjahjono Widijanto dalam pemantiknya menyampaikan bahwa kebudayaan agraris menuntut tercapainya kedaulatan pangan. Pada dasarnya khittah kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal.

"Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan" ujar Ketua Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Ngawi bergelar Doktor tersebut.

"Artinya, kedaulatan pangan sangat menjunjung tinggi prinsip diversifikasi pangan sesuai dengan budaya lokal yang ada. Kedaulatan pangan bukan sekadar persoalan ekonomi, tetapi juga merupakan cerminan dari identitas dan keberagaman budaya yang memperkaya peradaban kita," sambungnya.

Masih kata dia, dengan pendekatan budaya, dapat dibangun sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan untuk masa depan atau paling tidak menumbuhkan kesadaran betapa mulia dan dahsyatnya kebudayaan agraris kita.

Ia menjelaskan, dalam perspektif kebudayaan sistem pangan seharusnya didirikan di atas realitas keragaman, di atas “budaya-budaya” bertani yang berbeda-berbeda, khas, spesifik lokasi dan kemudian berkembang menjadi pengetahuan tradisional over the millennia.

Tjahjono Widijanto juga melontarkan gagasan perlunya dibuat peristiwa budaya yang berupa kegiatan seni penyadaran dengan berfokus pada budaya agraris.

Arsad Ragandi yang juga menjadi narasumber itu melengkapi, bahwa perlunya dirancang festival kesenian kebudayaan yang mengajak kembali kaum milenial untuk kembali mencintai dan menghargai pertanian sawah, dan pangan.

"Festival yang mengolaborasikan cabang-cabang seni dengan memfokuskan pada tema-tema tentang pangan dan pertanian," terangnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Ngawi Dwi Rianto Jatmiko, dalam pemantiknya mengatakan, bahwa transformasi sistem pangan harus dimulai dari cara pandang terhadap pangan.

"Perlu dilakukan eksplorasi lebih jauh keanekaragaman sumber-sumber pangan kita, melakukan inovasi dan melihat praktik-praktik budaya masyarakat kita yang beragam dalam produksi pangan, keluar dari jebakan ekonomi komoditas tersebut, sekaligus pula mengajak generasi milenial untuk mencintai atau paling tidak mengapresiasi eksistensi budaya agraris kita melalui penyadaran kebudayaan," ungkapnya.

Dwi Rianto juga berharap agar Dewan Kesenian dan Kebudayaan Ngawi dapat memberikan masukan-masukan kepada pemerintah Kabupaten Ngawi dalam berbagai hal dari sudut pandang kebudayaan.

Sedangkan Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono sebagai keynote speaker dalam acara diskusi itu menyampaikan, bahwa dalam kedaulatan pangan mencakup hak terhadap pangan, akses terhadap sumber-sumber daya produktif, pengarusutamaan produksi yang ramah lingkungan (agro-ecological production) dan sustainable.

"Bertani tidak sekedar berproduksi tetapi lebih dari itu bisa disikapi sebagai laku ibadah yang membahagiakan baik membahagiakan diri sendiri maupun alam dan lingkungan sosialnya," ucap Ony dihadapan undangan yang hadir.

Ony juga mendukung sepenuhnya upaya-upaya melalui jalur budaya untuk meneguhkan kembali eksistensi kultur agraris di Ngawi. Ia juga memberikan apresiasi kepada Dewan Kesenian dan Kebudayaan yang memberikan perhatian dan ide-ide untuk merayakan dan mengajak kembali masyarakat mencintai petani, mencintai pangan, dan mencintai kultur agraris.

Disimpulkan, kegiatan tadarus budaya menghasilkan sebuah kesepakatan bersama bahwa Dewan Kesenian dan Kebudayaan Ngawi akan menginisiasi dan peristiwa atau kegiatan kebudayaan yang berupa festival agraris yang akan dilaksanakan secara berkesinambungan dengan melibatkan potensi-potensi yang ada di Kabupaten Ngawi. Festival yang berupa kesenian penyadaran dengan fokus utama pada budaya agraris. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Ari Hermawan
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV