SUARA INDONESIA

Ancam Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, Komunitas Pers di Madiun Sepakat Tolak RUU Penyiaran

Prabasonta - 21 May 2024 | 08:05 - Dibaca 842 kali
News Ancam Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, Komunitas Pers di Madiun Sepakat Tolak RUU Penyiaran
Komunitas Pers Madiun saat menggelar diskusi revisi RUU Penyiaran. (Foto: Ery Pramudya/SuaraIndonesia.co.id)

SUARA INDONESIA, MADIUN - Sejumlah pengamat media dan gabungan organisasi jurnalis di Madiun, Jawa Timur, mengelar diskusi, Senin (20/5/2024) malam di Kedai Mucocaffe Madiun Kota.

Organisasi jurnalis yang hadir pada diskusi itu yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Madiun, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Solo dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Mataraman.

Mereka sepakat menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran karena dinilai mengancam kebebasan pers. Kini RUU tersebut menjadi pembahasan di DPR RI.

Diskusi bertema RUU Penyiaran ancam kebebasan pers dan konten digital ini dihadiri oleh narasumber kompeten. Ada Siswo Widodo dari PWI, Arif Hidayat dari IJTI, Abdul Jalil dari AJI dan Ayub D Anggoro, Dekan FISIP Universitas Muhamadiyah Ponorogo. Diskusi berlangsung gayeng karena dimoderatori Yusron Al Fatah.

Tema dalam diskusi tersebut meliputi pasal problematik RUU Penyiaran yang berpotensi memberangus kemerdekaan pers. Komunitas pers Madiun pun merumuskan beberapa pasal yang dinilai bermasalah. Di antaranya:

a. Ancaman kebebasan pers lewat larangan jurnalisme investigasi dan ambil alih wewenang Dewan Pers oleh KPI (Pasal 42  dan Pasal 50B ayat 2c).

b. Kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial. Hal ini akan mengancam kebebasan konten kreator maupun lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet.  Konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) yang mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM (Pasal-pasal 34 sampai 36).
 
c. Pembungkaman kebebasan berekspresi lewat ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik (Pasal 50B ayat 2K). Mahkamah Konstitusi RI telah membatalkan pasal berita bohong yang menimbulkan keonaran, Pasal 14 dan Pasal 15 pada UU No 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 ayat (1) tentang pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada 21 Maret 2024 lalu. Mengapa poin kabar bohong dan pencemaran nama baik masuk kembali di RUU Penyiaran?

d. Melanggengkan kartel atau monopoli kepemilikan lembaga penyiaran. Pada draf RUU Penyiaran ini menghapus pasal 18 dan 20 dari UU Penyiaran no 32/2002, di mana pasal-pasal ini membatasi kepemilikan TV dan radio. Hilangnya pasal-pasal ini akan mempermulus penguasaan TV dan Radio pada konglomerasi tertentu saja.

e. Pelanggaran HAM. Draf RUU Penyiaran ini melarang tayangan yang menampilkan perilaku lesbian, homoseksual, biseksual dan transgender. (Pasal 50B ayat 2G). Pasal ini selain diskriminatif, juga akan menghambat beberapa ekspresi kesenian tradisional maupun modern baik di TV, radio maupun internet.

"Komunitas pers Madiun sepakat menolak RUU Penyiaran tentang dilarangnya wartawan untuk liputan investigasi. Penolakan kami tandai dengan penandatanganan di kain putih," ujar Yusron Al Fatah, menutup agenda diskusi. (*)

Reporter: Ery Pramudya

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Prabasonta
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV