TRENGGALEK - Lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) di wilayah Kecamatan Munjungan mengajukan hearing ke DPRD Trenggalek terkait pembagian profit dengan perhutani.
Namun jajak pendapat yang diajukan oleh LMDH gagal terwujud, pasalnya salah satu peserta yang diundang dalam hal ini tidak hadir, sehingga haering pada Senin (12/10/2020) tertunda.
Pranoto selaku Ketua Komisi II DPRD Trenggalek mengatakan, tertundanya jajak pendapat kali ini karena ada beberapa pihak yang diundang untuk datang ke musyawarah tersebut namun tidak hadir.
Para undangan tersebut seperti perwakilan LMDH dan Kepala Desa (Kades) di wilayah Munjungan, tidak hadir. Sehingga jika musyawarah tersebut diteruskan, pastinya hasil yang dicapai tidak ada kesepahaman antara kedua belah pihak.
"Karena kondisi tersebut serta dengan persetujuan yang hadir, musyawarah ditunda dan akan di jadwalkan ulang," jelasnya.
Lanjut Pranoto, dalam persoalan ini yang menjadi permasalahan adalah ada miskomunikasi antara Perkumlulan LMDH (PLMDH) dengan pesanggem setempat.
Sebab belum adanya kesepahaman cara menentukan besaran keuntungan dengan memperbandingkan nilai tegakann, dan hasil panen. Sehingga dengan adanya hal tersebut mempengaruhi besarnya sharing yang dilakukan.
"Karena persoalannya terkait profit, maka antar kedua belah pihak perlu duduk bersama agar ada keselahaman," pintanya.
Menurutnya, jika melihat kondisi tersebut, persoalan bisa selesai di masing-masing wilayah. Sebab hal tersebut butuh penyelesaian dengan kepala dingin dari semua pihak. Untuk itu setelah penubdaan pertemuan tersebut wakil rakyat mengundang perwakilan tamu undangan terkait waktu yang tepat untuk melaksanalan kembali.
"Tapi jika masyarakat ingin menyelesaikannya dengan menjadikan DPRD sebagai penengah maka juga akan kami layani," tegas Pranoto.
Sementara itu, Wakil Administratur/ KSKPH Perhutani wilayah Kediri Selatan Adi Nugroho mengungkapkan, untuk miskomunikasi yang terjadi dilapangan seperti apa dirinya kurang tahu pasti.
Sebab pembagian hasil pengelolaan lahan hutan oleh masyarakat dengan perhutani sudah jelas yaitu 30 persen untuk perhutani, dan 70 persen untuk masyarakat dari total keuntungan.
"Namun itu tergantung kondisi dilapangan, sebab kami tidak mungkin menarik jika pengelola tidak panen," pungkasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : |
Editor | : |
Komentar & Reaksi