SUARA INDONESIA, TUBAN- Ketenangan Suyadi (41), petani asal Desa Leranwetan, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, berganti kecemasan. Sejak dua pekan terakhir, lahan pertaniannya di lereng gunung Gua Gede Leranwetan itu dikeruk oleh dua ekskavator.
Suara lamat-lamat truk dan ekskavator yang meraung-raung masih membayangi ingatan Suyadi. Batinnya gelisah lantaran terus memikirkan bagaimana nasib anak cucunya jika kelak lahan pertanian beralih fungsi menjadi tambang.
“Tanah itu peninggalan buyut turun ke kakek kemudian ke orang tua saya dengan cara ditanami jagung. Saya mulai menggarap udah sejak tahun 2011 lalu,” katanya.
Siang itu, Jumat (25/10/2024), matahari begitu terik di Kabupaten Tuban. Suyadi didampingi penasihat hukumnya dari Wet Law Institute, Nang Engki Anom Suseno mendatangi Kantor Kepolisian Resor Tuban di Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Datang dengan urat wajah yang mengencang, Suyadi langsung masuk ke ruangan Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Sat Reskrim Polres Tuban. Ia melaporkan oknum polisi bernama Darto, atas dugaan penyerobotan tanah.
Tak hanya oknum anggota polri aktif itu, pria paruh baya ini juga melaporkan Kasirun, seorang pengusaha yang diketahui berkongsi dengan Darto dalam menjalankan bisnis tambang.
Suyadi menceritakan, laporan itu bermula saat Senin 14 Oktober 2024, tanah di lereng gunung yang menjadi tumpuan penghidupan keluarganya turun temurun, tiba-tiba dikeruk oleh dua ekskavator sejauh tujuh meter.
Ia juga menyaksikan hilir mudik truk saban hari mengangkut hasil kerukan dari tanahnya di kawasan karst berupa batu kapur. Kini lahan tadah hujan ini terancam habis oleh aktivitas tambang yang diduga dijalankan Darto dan Kasirun.
Penasihat hukum Suyadi, Nang Engki Anom Suseno mengatakan sejak itu Suyadi merasa gelisah. Kemudian, kliennya itu mengadukan nasib yang dialaminya ke Pemerintah Desa (Pemdes) Leranwetan.
Selang satu hari, tepatnya tanggal 17 Oktober 2024, pemdes melakukan pengukuran ulang tanah pertanian yang diduga diserobot oleh Darto dan Kasirun untuk dialih fungsikan menjadi lahan tambang. Namun, perjuangan itu menemui jalan buntu.
“Bukan mendapatkan solusi, Pak Suyadi justru dipersalahkan disitu,” tambah Engki sapaan akrab pengacara muda ini.
Kepemilikan tanah garapan Suyadi, dibuktikan dengan adanya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan setiap tahunnya telah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada negara.
Kemudian, tak ingin lahan pertanian menjadi tumbal bisnis tambang. Darto dan Sakirun pun dilaporkan atas dugaan tindak pidana sesuai Pasal 385 penggunaan tanah tanpa hak dan Pasal 6 pemakaian tanah tanpa ijin.
Kemudian juga Pasal 406 pengrusakan tanah, dan Pasal 362 KUHP juncto Pasal 55 atau 56 KUHP tentang pencurian.
“Harapan kami kasus ini bisa ditangani sesuai kaidah hukum yang berlaku. Jangan sampai aktivitas bisnis tambang justru merampas hak masyarakat,” tegas pria yang pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Tuban AKP Dimas Robin Alexander menyatakan, telah merespons aduan yang disampaikan Suyadi, petani kecil asal Kecamatan Palang tersebut.
“Sebagaimana aduan tersebut sudah kami terima, untuk perkembangan selanjutnya undangan klarifikasi masing-masing pihak,” terang pria lulusan Akademi Polisi (Akpol) 2016 itu.
Pria berusia 31 yang sebelumnya bertugas di Mabes Polri ini, membenarkan bahwa dari dua yang diadukan ke Polres Tuban tersebut, satu di antaranya adalah anggota polri.
“Betul salah satu yang dibuatkan aduan adalah anggota Polri. Lebih lanjut akan kita dalami peran dari masing-masing terlapor,” tandasnya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Irqam |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi