SUARA INDONESIA, JEMBER- Di bawah teriknya matahari dan keramaian kendaraan di sekitar Jembatan Semanggi, Jember, seorang pria paruh baya dengan senyum ramah menyapa para pengunjung.
Dialah Suparman, seorang penjaga parkir berusia 60 tahun yang menjadi saksi perjalanan waktu di sudut Kota Suwar-suwir ini.
Setiap harinya, Suparman menjaga kendaraan yang lalu lalang. Pendapatannya tak besar, rata-rata hanya Rp20 ribu hingga Rp50 ribu per hari.
Namun, di balik keterbatasan itu, ada pelajaran besar yang ia ajarkan kepada siapa pun yang mengenalnya, yakni rasa syukur dan keikhlasan.
Dari hasil jerih payahnya, Suparman selalu menyisihkan Rp10 ribu untuk amal ke masjid. Bahkan saat pendapatannya hanya Rp20 ribu, ia tetap berkomitmen untuk berbagi. “Rezeki itu bukan soal jumlahnya, tapi keberkahannya,” ucapnya sambil tersenyum, Kamis (22/11/2024).
Filosofi hidup sederhana ini ia pegang erat. Baginya, hidup bukan soal seberapa banyak yang dimiliki, tapi seberapa besar hati menerima dan memberi. “Bersyukur itu yang bikin saya tetap kuat. Kalau kita nggak bersyukur, hidup rasanya susah terus,” tambahnya.
Suparman tinggal di sebuah rumah sederhana di Jalan Bedadung Blok Durenan. Meski sederhana, tempat itu menjadi saksi atas perjuangannya setiap hari. Ia tak pernah mengeluh meski pekerjaannya menuntut fisik yang tak lagi muda.
"Yang penting halal. Selama saya bisa kerja dan bermanfaat, itu sudah cukup,” katanya.
Cerita Suparman adalah pengingat bagi kita semua bahwa kebahagiaan sejati tak ditentukan oleh harta, melainkan oleh rasa syukur dan kemampuan berbagi.
Di tengah keterbatasan, ia menunjukkan bahwa hidup bisa tetap bermakna selama ada keikhlasan dan keyakinan pada keberkahan rezeki. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Fathur Rozi (Magang) |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi