JOMBANG, Suaraindonesia.co.id - Nama kiai Sadrani dikenal sebagai sosok pembabat alas Desa Plandi, Kecamatan/Kabupaten Jombang. Namun, siapa sangka sebuah pusaka berupa keris dan sejumlah kitab kuno masih awet tersimpan di rumah cicit kiai Sadrani, yakni Sjaichuddin (81), yang saat ini tinggal di Dusun/Desa Plandi, Kecamatan/Kabupaten Jombang.
Saat suaraindonesia.co.id datang ke rumah Sjaichuddin untuk melihat lebih dekat sosok kia Sadrani, disambut dengan rumah joglo bergaya klasik yang dekat masjid. Suara adzan berkumandang menambah suasana hati terasa sejuk dan betah di rumah klasik tersebut.
Sjaichuddin menceritakanz kiai Sadrani adalah pasukan Pangeran Dipenogoro. Kiai Sadrani melarikan diri ke Desa Plandi sekitar tahun 1860 karena benteng Belanda di daerah Kudus, Jawa Tengah cukup kuat akhirnya sampai ke Desa Plandi.
”Ia lari ke timur disini (Desa Plandi) bersama dua orang temannya. Jadi yang babat alas ada tiga, yakni mbah Sadrani dan dua orang yang pergi ke Malang,’’ kata Sjaichuddin pada Senin (12/06/2023).
Cerita disampaikan Sjaichuddin sambil memperlihatkan sejumlah benda pusaka peninggalan kiai Sadrani yang di simpan secara rapi di rumahnya.
Peninggalan tersebut, mulai keris hingga kitab-kitab kuno tulisan tangan yang dibuat pada abad 17. Semuanya peninggalan kiai Sadrani merupakan turun temurun sejak kakeknya.
Dengan hati-hati, Sjaichuddin menunjukan sejumlah benda peninggalan kiai Sadrani dari sebuah kotak kayu dengan kunci kuningan yang masih terawat. Begitu dibuka, aroma kuat kapur barus seketika mengelilingi ruang tamu.
”Saya beri kapur barus supaya tidak didekati rayap atau hewan lainnya,’’ ujarnya.
Sjaichuddin menyampaikan pusaka yang didalam kota adalah berupa keris tua yang masih lengkap dengan warongkonya. Menurut keluarganya, keris itu dibuat pada abad 17 atau akhir tahun 1700 oleh empu yang ada di Mataram daerah Yogyakarta.
"Saya tidak tahu ini keris namanya keris apa. Namun yang jelas ini pusaka yang masih tersisa dari peninggalan Mbah Sardani," terangnya.
Selain keris, Sjaichuddin menyebut ada juga tiga kitab kuno tulisan tangan pegon alias huruf arab gundul tanpa harakat. Uniknya, jika diterawang dengan senter dibalik kertas itu muncul sebuah lambang Belanda.
"Kitab ini menceritakan tentang nabi-nabi dan juga ilmu yang mempelajari tentang bahasa arab," katanya.
Sjaichuddin mengungkapkan, kenapa desa yang ditinggali ini dinamakan Desa Plandi?. Ia menyebut sejak awal kedatangan kia Sadrani ke desa tersebut, dulunya wilayah Desa Plandi dipenuhi hutan yang didominasi pohon Lamtoro atau warga setempat menyebutkan Kemlandingan.
"Disitulah kemudian dinamakan Desa Plandi,’’ pungkasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Gono Dwi Santoso |
Editor | : Irqam |
Komentar & Reaksi