SUARA INDONESIA, BONTANG - Sengketa tapal batas Kampung Sidrap antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur memasuki babak baru. Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang resmi mencabut berkas gugatan atas Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1995 di Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah ini dilakukan berdasarkan arahan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yang diterima Pemkot beberapa waktu lalu.
Ketua DPRD Bontang Andi Faizal Sofyan Hasdam, menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan Pemkot Bontang yang dianggapnya sepihak. "Saya sangat menyayangkan keputusan ini dan menduga bahwa ini merupakan keputusan sepihak dari wali kota," ujar Andi usai Rapat Paripurna ke-18 DPRD Bontang, Senin (12/8/2024) kemarin.
Meskipun pencabutan gugatan merupakan hak eksekutif, Andi menegaskan bahwa keputusan tersebut seharusnya melalui proses kelembagaan yang melibatkan DPRD sebagai representasi rakyat. Hingga saat ini, DPRD Bontang belum menentukan sikap resmi sebagai lembaga legislatif terkait pencabutan gugatan tersebut.
"Kita masih menunggu keputusan paripurna untuk menentukan sikap politik DPRD secara kelembagaan," kata politisi Partai Golkar ini.
Dia juga mengingatkan bahwa meskipun gugatan telah dicabut, masyarakat masih memiliki hak untuk memperjuangkan kepentingan mereka melalui jalur hukum.
Andi menyampaikan, jika ada kesepakatan di tingkat lembaga, DPRD Bontang siap memfasilitasi masyarakat untuk menggugat kembali. "Jika ada kesepakatan kelembagaan, DPRD bisa memfasilitasi masyarakat untuk menggugat kembali," tegasnya.
Diketahui, sengketa tapal batas ini telah berlangsung sejak tahun 2001, ketika Kota Bontang baru terbentuk. Masalah muncul setelah pembentukan kota, karena wilayah Kampung Sidrap sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Kutai Timur.
Pada tahun 2017, terdapat kesepakatan antara Bupati Kutai Timur saat itu, Ismunandar, dan Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni, yang disaksikan oleh Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, untuk menyerahkan wilayah Kampung Sidrap kepada Bontang. Namun, kesepakatan ini tidak diakui oleh DPRD dan wali kota Bontang yang baru, yang kemudian membawa sengketa ini ke MK.
Dalam suratnya, Kemendagri menekankan beberapa poin utama sebagai dasar pencabutan gugatan, termasuk pentingnya menyelesaikan masalah antardaerah melalui jalur administrasi dan bukan peradilan.
Menanggapi keputusan ini, Andi bersama Wakil Ketua I DPRD Junaidi dan Wakil Ketua II Agus Haris, berencana menggandeng pengacara kondang Hamdan Zoelva untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil tetap sesuai dengan kepentingan masyarakat Bontang.
"Kami akan memastikan bahwa segala langkah yang diambil tetap memperhatikan kepentingan masyarakat Bontang, terutama warga yang terdampak langsung oleh sengketa tapal batas ini," tutup Andi.
Sementara itu, warga Kampung Sidrap yang merasa terpinggirkan akibat keputusan ini berharap ada solusi yang adil dan mengakomodasi kepentingan semua pihak. "Kami berharap pemerintah bisa mendengarkan suara kami dan mencari solusi yang tidak merugikan salah satu pihak," ungkap salah satu warga setempat.
Perkembangan terbaru ini menandakan bahwa konflik tapal batas ini masih jauh dari kata selesai. Pemerintah dan DPRD Bontang harus bisa menunjukkan bahwa mereka mampu menyelesaikan permasalahan ini dengan bijaksana dan adil demi kesejahteraan masyarakat di kedua daerah. (Adv)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Mohamad Alawi |
Editor | : Satria Galih Saputra |
Komentar & Reaksi