BONDOWOSO - Pandemi Covid-19 membawa dampak secara ekonomi. Bahkan, ada pengusaha rumahan atau home industri yang sampai gulung tikar.
Namun justru berbeda dengan Mulyono (40) salah seorang warga di Kabupaten Bondowoso.
Berbekal kegigihanya sebagai pengusaha pinang, usaha yang dijalani warga Dusun Krajan, Desa Banyuwulu, Kecamatan Wringin ini mampu mempertahankan ekonomi keluarnya dengan omset Rp 20 Juta per bulan.
Mulyono menjalankan usahanya sudah berlangsung cukup selama, kurang lebih sekitar 19 tahun. Yakni sejak tahun 2002 lalu.
Mulyono mengaku, awal mula usahanya diperkenalkan oleh teman dekatnya. Setelah ia mencoba ternyata mendapatkan hasil yang cukup menjanjikan, kemudian usaha itu diteruskan sampai saat ini.
"Awalnya saya diajak teman, belajar bagaimana prosesnya. Kok cukup menguntungkan akhirnya saya lanjutkan hingga saat ini," ungkapnya, Selasa (6/7/2021).
Agar usahanya terus berjalan tidak putus-putus, Mulyono menyewa pohon pinang milik petani yang disewa sebelum berbuah. Adapun harga sewa Rp 7-15 ribu per pohon.
"Itu disewa selama satu tahun. Harga sewa tergantung potensi banyaknya buah pohon tersebut. Semakin lebat buahnya, maka akan semakin mahal harga sewanya," katanya.
Awal memulai memulai usaha buah pinang, Mulyono hanya mampu menyewa 100 pohon pinang. Tetapi saat ini sudah punya 1.000 pohon.
"Saya sewanya tidak hanya di satu desa. Tersebar di lima desa. Yaitu Desa Jatitamban, Gubrih, Ampelan, Banyuwulu dan Desa Wringin," jelasnya.
Karena sudah banyak sewa pohon pinang, maka setiap hari Mulyono tidak pernah putus usahanya, sebab tinggal memanen buah pohon pinangnya.
Dia menerangkan, prioritas buah yang dipanen dan diproses adalah buah pinang muda. Sebab kalau yang tua harganya murah.
"Buah pinang dipanen saat umur tiga bulan sejak berbunga. Ada juga yang terlanjur tua, tapi dipilih diletakan ditempat berbeda, dan harganya lebih murah," paparnya.
Adapun musim buah pinang biasanya cukup lebat dari Bulan Januari-Juli. Setelah itu, pihaknya menunggu agar berbuah lagi di awal tahun berikutnya.
Segala proses dilakukannya secara mandiri. Mulyono memanjat sendiri pohon pinang saat memanen.
"Paling rendah pohonnya 10-15 meter. Ada juga yang 30 meter. Dalam satu pohon hasilnya bervariasi, tergantung banyaknya buah. Ada juga yang tak berbuah," jelasnya.
Mula-mula buah pinang yang sudah dipanen dikupas terlebih dahulu. Pengupasan ini membutuhkan waktu cukup lama, karena buahnya masih muda.
"Kemudian setelah dikupas, dipotong-potong dengan ketebalan sekitar satu centimeter," jelasnya.
Baru setelah itu kata dia, masuk proses penjemuran. Butuh empat hari agar buah pinang muda bisa kering total.
"Dengan catatan panas full, tak ada hujan. Kalau tidak ada panas, harus dioven. Karena kalau tidak kering berjamur dan bisa rusak," jelasnya.
Adapun penyusutan setelah kering bisa mencapai 70 persen. Yakni dalam setiap satu kuintal buah pinang bisa menjadi 30 kilogram ketika sudah kering.
Adapun hara buah pinang kering saat ini Rp 40 ribu. Bahkan sebelum pandemi Covid-19 bisa mencapai Rp 45 ribu.
"Tetapi awal pandemi Tahun 2020, harganya sempat turun, ya Rp 24-25 ribu. Tetapi tahun ini normal lagi," jelasnya.
Menurutnya, produk buah pinang kering dibeli pengepul dan dijemput langsung ke rumahnya. "Ada pengepul, kemudian dikirim ke Papua dan NTT," imbuhnya.
Dalam satu bulan dia bisa menjual lima kuintal buah pinang muda kering. Kalau dikonversi ke rupiah bisa menghasilkan Rp 20 juta, dengan estimasi harga Rp 40 ribu per kilogram. Kemudian sebagian hasilnya untuk menyewa pohon pinang tahun berikutnya.
"Saya menekuni usaha buah pinang muda ini karena memang menguntungkan. Tetapi resikonya juga besar, karena hampir setiap hari harus naik pohon pinang yang tinggi menjulang hingga mencapai puluhan meter," jelas pria asli Bondowoso tersebut.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Bahrullah |
Editor | : Nanang Habibi |
Komentar & Reaksi