JOMBANG, Suaraindonesia.co.id - Perajin tempe asal Ploso, Jombang, Widawati (36) curhat bagaimana nasib usahanya saat mengetahui harga kedelai naik.
Widawati mengakui, di saat harga kedelai naik, maka perajin tempe merasa sangat was-was. Selain merugi, sampai-sampai mereka terpaksa menghentikan produksi secara total.
"Kalau harga stabil pengrajin tempe setidaknya bisa untung dan tidak terus merugi dibandingkan kalau harga kedelai meroket, perajin tempe banyak yang merugi bahkan tidak produksi," kata Widawati ditemui di tempat produksinya, Kamis (10/08/2023).
Namun, untuk saat ini, dirinya merasa sedikit lega karena mengetahui harga kedelai sudah turun. Yang semula harganya Rp Rp 14 ribu kini turun menjadi Rp 11 ribu.
"Untuk bahan baku kedelai sekali produksi sebanyak 60 kilogram. Di mana per kilogram kalau tempe menjadi 14 potong," ujarnya lega.
Keadaan seperti ini, kata dia, sangat mempengaruhi pendapatan usaha yang digelutinya sejak 2017 silam.
Ia menyebutkan, untuk harga tempe buatannya dijual berbagai ukuran mulai terkecil di harga Rp 1 ribu sampai dengan harga Rp 3 ribu untuk satu potongnya.
Menurut perhitungannya, keuntungan yang didapat dari produksi tempe menyusul harga kedelai menurun yakni, perbulan sekitar Rp 4 juta atau naik 30 persen.
"Untuk omzet penjualan tempe perbulan bisa mencapai 4 jutaan. Meskipun ada penambahan omzet ada juga biaya tambahan untuk membeli kayu bakar yang harganya naik semula Rp 8 ribu kini menjadi Rp 10 ribu, tidak menggunakan gas elpiji lebih hemat," paparnya.
Maka dari itu, ia berharap kepada pemerintah untuk menjaga stabilitas harga kedelai sebagai bahan dasar produksi tempe agar bisa tetap bertahan seperti sekarang ini.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Gono Dwi Santoso |
Editor | : Lukman Hadi |
Komentar & Reaksi