GRESIK - Teka-teki kematian Achmad Arinal Hakim yang mayatnya ditemukan di bekas galian area Bukti Jamur, Kecamatan Bungah, akhirnya menuai titik terang. Asmara menjadi motif utama tewasnya pelajar itu. Korban dinilai kerap menggoda pacar tersangka.
Kapolres Gresik AKBP Arief Fitrianto menjelaskan, korban meninggal karena dianiaya oleh dua tersangka MSK dan SNI. Aksi kejahatan itu sudah direncanakan sebelumnya.
Arief menyebutkan, motif pembunuhan ini karena asmara. SNI yang juga teman korban mengaku sakit hati karena teman wanitanya diganggu korban. Begitu pula dengan MSK yang geram lantaran kerap mengejek orang tuanya.
Akhirnya kedua tersangka janjian untuk melakukan aksi kejahatan. Saat peringatan Maulid Nabi pada Rabu (28/10/2020) korban diajak bertemu dan berjalan kaki ke area dekat Bukti Jamur untuk dianiaya.
"Penganiayaan itu terjadi sekitar pukul 20.00 WIB ketika korban pamit acara Maulid Nabi," kata Arief Fitrianto di Mapolres Gresik, Jumat (6/11/2020).
Setelah korban dipukul, kedua tangan dan kakinya diikat dengan tali yang sudah disiapkan. Kemudian, dilempar ke galian yang berisi air. Kedua tersangka meninggalkan lokasi.
Keesokan harinya, Kamis (29/10/2020) MSK sempat kembali melihat kondisi korban. Untuk memastikan korban sudah tidak bernyawa dan tewas dalam posisi mengapung. Tersangka juga sempat menenggelamkan lagi mayat korban.
"Kemudian melarikan diri dan berhasil diamankan di Pasuruan sambil membawa handphone korban," imbuhnya.
Setelah dikembangkan, SNI ditangkap di wilayah Bungah, saat ikut orang tuanya bekerja sebagai kuli bangunan. Tidak ada perlawanan dalam proses penangkapan itu.
Pada Jumat (30/10/2020) mayat korban ditemukan oleh santri yang sedang mencari mangga. Mayat korban dibawa ke RSUD Ibnu Sina Gresiik untuk proses otopsi.
Identitas korban terungkap setelah pihak Puskesmas Bungah berhasil mencocokan gigi korban. Selain itu, juga ditemukan luka di kepala bagian belakang.
"Pengakuan tersangka memang korban sempat dipukul dengan kayu balok sebanyak sekali," jelasnya.
Kedua tersangka kini ditahan dalam tahanan khusus anak. Meski sudah putus sekolah, usia mereka masih dibawa umur. "Antara tersangka dan korban satu kampung," imbuhnya.
Karena perbuatannya, kedua tersangka diterancam hukumam maksimal 15 tahun penjara. Keduanya dijerat dengan pasal 76 C jo pasal 80 ayat (3) UU No 35/2014 tentang perubahan UU no 23/2002 tentang perlindungan anak jo pasal 1 angka 3 UU no 11/2012 tentang sistem peradilan anak.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Syaifuddin Anam |
Editor | : |
Komentar & Reaksi