TUBAN, Suaraindonesia.co.id - Permasalahan stunting atau tengkes di Kabupaten Tuban telah menunjukkan penurunan. Namun, kabar gembira ini masih menyisakan pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab), karena dihadapkan dengan angka perkawinan anak yang masih tinggi.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), angka prevalensi stunting di Tuban tahun 2021 mencapai 25,1 persen dan turun menjadi 24,9 persen pada tahun 2022. Meski demikian, masih berat dalam mencapai target zero stunting. Pasalnya, angka perkawinan anak di Tuban masih cukup tinggi.
Catatan Pengadilan Agama (PA) Tuban, pada tahun 2021 perkawinan anak mencapai 564 kasus. Angka tersebut turun menjadi 516 kasus di tahun 2022, namun masih menempatkan Tuban di urutan 10 di Jawa Timur sebagai kabupaten dengan angka tinggi soal perkawinan anak.
Perkawinan anak menimbulkan banyak resiko kesehatan, terutama bagi perempuan yang menikah dibawah usia 18 tahun dan anak yang dilahirkan. Salah satu akibatnya, anak yang dilahirkan akan rawan mengalami stunting.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur Maria Ernawati menyatakan bahwa mengatasi persoalan stunting di Tuban perlu ada kolaborasi semua pihak, mulai pemerintah daerah, akademis dan gayung bersambut dengan masyarakat.
“Stunting ini adalah permasalahan gagal tumbuh kembang di 1000 hari pertama kehidupan. Disitulah letak akar permasalahannya," kata Maria Ernawati dalam kegiatan rembuk stunting di Tuban pada Rabu (070/6/2023) kemarin.
Aksi konvergensi, lanjut Erna—sapaanya, sangat diharapkan untuk mengatasi kasus stunting atau tubuh pendek. "Maka untuk bisa mengentaskan permasalahan stunting, kita harus mengawal sasaran yaitu keluarga berisiko stunting agar bisa melahirkan bayi sehat tidak stunting,” tambahnya.
Sejalan dengan Erna, Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky menegaskan bahwa pentingnya aksi konvergensi bersama mengentaskan stunting dan mewujudkan generasi penerus yang berkualitas di Tuban.
Bupati Tuban yang akrab dipanggil Lindra menyebutkan akar permasalahan stunting di Tuban adalah perkawinan anak. Hal itu, dibutuhkan inovasi untuk mengatasinya, yaitu penundaan kehamilan dengan cara KB dan pendampingan melalui Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang harus didukung pemerintah desa, kecamatan hingga kabupaten.
“Target Mas Lindra bukan hanya menurunkan angka stunting, tapi bisa menyelesaikan persoalan stunting. Itu perlu konvergensi dari semua pihak. Melalui kegiatan rembuk stunting ini, libatkan semua pihak sampai tingkat desa untuk bisa berinovasi,” terangnya.
Lindra pun meminta komitmen dari semua pihak untuk bisa menelurkan solusi pengentasan stunting, sehingga nantinya Tuban memiliki generasi yang unggul dan berdaya saing.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Irqam |
Editor | : Bahrullah |
Komentar & Reaksi