SUARA INDONESIA, BANGKALAN - Dugaan kecurangan yang dilakukan oknum Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) semakin nyata. Salah satunya penggelembungan suara di wilayah Kecamatan Kwanyar, Bangkalan, Jawa Timur.
Ribuan suara disinyalir berpindah dari satu caleg ke caleg lain lantaran ada permainan yang ditengarai dilakukan oknum ketua dan anggota divisi teknis PPK Kwanyar.
Atas temuan kecurangan itu, anggota PPK lainnya, Husniah yang mengetahui ada tindakan curang, melaporkan secara langsung ke Bawaslu Bangkalan.
Ketua PPK Kwanyar, Ismail dan Anggota PPK Divisi Teknis Nurul Mustofa dilaporkan karena telah mengubah hasil rekapitulasi perolehan suara.
Husniah melaporkan dua rekannya lantaran ada kejanggalan sejak proses pleno rekapitulasi tingkat kecamatan, hingga memasukkan data ke aplikasi Sirekap. Kemudian di print-out menjadi berkas D-Hasil.
Dia membuktikan dengan membawa berkas D-Hasil ke Bawaslu. Ada perbedaan ribuan suara antara pleno rekapitulasi tingkat kecamatan dengan data yang dimasukkan ke aplikasi Sirekap.
Salah satu contoh, suara milik caleg Partai Nasdem yang awalnya berjumlah 5.400 hilang, hanya menyisakan 700 suara. Sebaliknya, jumlah suara caleg Gerindra naik drastis dari 8.000 menjadi 12.000 suara.
"Saya tidak mau ada kecurangan di dalam, yang saya ketahui tetapi saya diamkan. Kenapa saya bilang curang, karena ketika rapat pleno itu hasilnya sekian. Ketika diinput di aplikasi Sirekap kok tidak sama," kata Husniah.
Dia menambahkan, saat proses rekapitulasi ketua dan anggota divisi teknis PPK Kwanyar menghilang selama 2 hari. Selain itu, banyak saksi yang mempertanyakan terkait perubahan suara partainya. Oleh karena itu, dirinya memberanikan diri melaporkan indikasi kecurangan itu kepada Bawaslu.
Tak hanya itu, polemik dan kekisruhan yang terjadi di PPK Kwanyar sempat didemo oleh masyarakat dan caleg PPP, Sonhaji. Dia menilai PPK Kwanyar berbuat curang karena suaranya hilang. Bahkan, saat Sonhaji menuding PPK Kwanyar berbuat curang, mereka pun hanya terdiam tanpa sanggahan.
Bawaslu Bangkalan menilai perbuatan tersebut merupakan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Bahkan, bisa masuk dalam kategori pidana pemilu. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Moh.Ridwan |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi