SUARA INDONESIA

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Dilantik: Tantangan Ekonomi yang Harus Diatasi

Aditya Mulawarman - 22 October 2024 | 00:10 - Dibaca 478 kali
Politik Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Dilantik: Tantangan Ekonomi yang Harus Diatasi
Tantangan Ekonomi yang Harus Diatasi untuk Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming setelah dilantik/(foto:Pixabay)

SUARAINDONESIA, JAKARTA - Pada Minggu, 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia. 

Dengan tantangan besar di hadapan mereka, terutama dalam bidang perekonomian, pemerintahan ini harus segera merespon berbagai tekanan ekonomi yang mengancam stabilitas nasional. 

Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah kondisi fiskal, pengangguran, dan kemiskinan.

1. Tantangan Fiskal: Defisit APBN dan Utang Negara

Salah satu tantangan terbesar yang diidentifikasi oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) adalah tekanan pada kinerja fiskal. 

Berdasarkan proyeksi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp 3.613,1 triliun, dengan penerimaan negara hanya mencapai Rp 3.005,1 triliun. 

Ini mengindikasikan potensi defisit yang mencapai lebih dari Rp 600 triliun, yang berpotensi menambah utang negara.

Menurut Ajib Hamdani, Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, masalah ini semakin kompleks karena utang negara yang akan jatuh tempo pada tahun 2025 mencapai sekitar Rp 800 triliun. 

Pemerintah diharapkan mampu menghadirkan terobosan yang solutif melalui kebijakan fiskal yang efektif agar tekanan ini dapat diredam.

2. Tantangan Pengangguran: Menyerap Lebih Banyak Tenaga Kerja

Tantangan kedua adalah tingginya angka pengangguran yang diperkirakan mencapai 5,2% pada akhir 2024. 

Meskipun investasi di Indonesia terus melampaui target dalam lima tahun terakhir, hal ini belum cukup mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja. 

Bahkan, terjadi paradoks di mana investasi yang seharusnya meningkatkan lapangan kerja justru diiringi dengan peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ajib Hamdani juga menyoroti meningkatnya rasio incremental output ratio (ICOR), yang menunjukkan bahwa kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan. 

Hal ini memperlihatkan bahwa investasi yang masuk belum memberikan dampak positif yang signifikan dalam menciptakan lapangan kerja baru, sehingga pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan investasi untuk memastikan hasil yang lebih optimal.

3. Tantangan Kemiskinan: Mengurangi Ketimpangan dan Meningkatkan Daya Beli

Kemiskinan tetap menjadi masalah besar bagi Indonesia. Berdasarkan data statistik tahun 2024, angka kemiskinan mencapai 9,03%, atau sekitar 25 juta orang. 

Namun, lebih dari 96 juta orang tercatat sebagai penerima bantuan iuran (PBI) BPJS, menunjukkan besarnya jumlah masyarakat yang masih membutuhkan bantuan dari pemerintah.

Menurut Ajib, untuk mengurangi kemiskinan, pemerintah harus memperbaiki kualitas data penerima bantuan dan menggunakan data tersebut sebagai dasar pengambilan kebijakan. 

Kebijakan yang berfokus pada pemerataan pendapatan dan peningkatan daya beli masyarakat menjadi kunci untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.

Reformasi Struktural untuk Visi Indonesia Emas 2045

Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. 

Untuk mencapai target ambisius ini, kabinet baru harus menerjemahkan program-program presiden dalam kerangka reformasi struktural. 

Asta Cita, yang menjadi panduan utama pemerintah, mencakup lima program prioritas di sektor ekonomi, termasuk swasembada energi dan pangan.

Ajib menambahkan bahwa diperlukan serangkaian kebijakan yang mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas di berbagai sektor ekonomi. 

Reformasi dalam sistem ekonomi, regulasi, dan infrastruktur menjadi syarat mutlak untuk mencapai tujuan ini. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Aditya Mulawarman
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV