SUARA INDONESIA, NUSANTARA - Indonesia memiliki 1.838 desa wisata yang tersebar di seluruh penjuru nusantara, menurut data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) serta Asosiasi Desa Wisata Indonesia (Asidewi).
Angka ini menunjukkan betapa berkembangnya potensi desa wisata di Indonesia, yang terbagi dalam empat kategori, yaitu desa wisata perintis, berkembang, maju, dan mandiri.
Namun, meskipun banyak desa wisata yang mengklaim wilayahnya sebagai desa wisata, untuk mempertahankan status tersebut tidaklah mudah. Terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi, baik dari segi pengelolaan, pemeliharaan fasilitas, hingga pemberdayaan masyarakat lokal.
Desa wisata bukan sekadar soal daya tarik wisata yang ada di sana, namun juga mencakup keseluruhan pengelolaan desa yang dapat dikemas menjadi destinasi wisata yang lengkap.
Tantangan utama dalam pengelolaan desa wisata adalah memastikan bahwa seluruh komponen yang mendukung keberlanjutan desa wisata tersebut dapat bekerja sama dengan baik. Mulai dari penyediaan fasilitas yang memadai, aksesibilitas, hingga kenyamanan wisatawan yang datang.
Salah satu contoh nyata dari desa wisata di Indonesia yang menghadapi tantangan besar adalah Desa Wisata Wae Rebo di Nusa Tenggara Timur (NTT). Terletak di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut, Wae Rebo dikenal sebagai "desa di atas awan" karena lokasinya yang sangat tinggi.
Meskipun akses menuju desa ini cukup sulit dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, Wae Rebo tetap menjadi tujuan wisata yang diminati banyak orang, terutama untuk menikmati kopi khas dan rumah adat tradisionalnya yang unik.
Namun, apa jadinya jika wisatawan datang jauh-jauh hanya untuk menikmati pemandangan, tetapi tidak ada yang menyambut mereka atau memberikan penjelasan tentang budaya lokal?
Ketiadaan fasilitator yang dapat menyampaikan cerita dan nilai-nilai budaya setempat akan mengurangi daya tarik wisatawan. Ini adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh desa wisata di Indonesia.
Masyarakat lokal memegang peran yang sangat penting dalam kelangsungan hidup desa wisata. Mereka bukan hanya sebagai penerima manfaat ekonomi dari wisata, tetapi juga sebagai pemandu yang memberikan penjelasan, cerita, dan pengalaman kepada wisatawan.
Sebagai contoh, di Wae Rebo, masyarakat setempat yang ramah dan mengenal budaya mereka dengan baik, dapat memberikan pengalaman autentik yang tak bisa didapatkan di tempat lain. Mereka mampu menjelaskan sejarah desa, proses pembuatan kopi, serta ritual adat yang dilaksanakan di desa mereka.
Selain itu, penting bagi masyarakat untuk dapat menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan, mulai dari tempat menginap yang nyaman, restoran dengan kuliner lokal, hingga tempat yang dapat digunakan untuk aktivitas budaya dan edukasi.
Keberhasilan desa wisata sangat bergantung pada kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta dalam mengembangkan dan memelihara desa wisata tersebut.
Keberlanjutan desa wisata tidak hanya bergantung pada keberhasilan dalam menarik wisatawan, tetapi juga pada pengelolaan yang bijak.
Pemerintah dan masyarakat harus terus bekerja sama untuk menjaga kelestarian alam, budaya, dan tradisi setempat. Desa wisata yang sukses tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga memberikan dampak positif bagi pelestarian lingkungan dan budaya.
Desa wisata di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk berkembang, namun tantangan yang ada harus dihadapi dengan serius. Masyarakat lokal adalah kunci utama dalam menjaga eksistensi dan keberhasilan desa wisata, karena mereka yang akan memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi wisatawan yang datang. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Aditya Mulawarman |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi