SUARA INDONESIA

Pemilih Kotak Kosong dan Peluang Politik di Surabaya: Antara Militansi dan Kontroversi

Yulian (Magang) - 27 November 2024 | 16:11 - Dibaca 137 kali
Politik Pemilih Kotak Kosong dan Peluang Politik di Surabaya: Antara Militansi dan Kontroversi
Suasana kegiatan pemilukada di TPS 12 RW 06 Kelurahan Darmo, Kota Surabaya. (Foto: Yulian/Suaraindonesia.co.id)

SUARA INDONESIA, SURABAYA - Fenomena "kotak kosong" dalam pemilu Kota Surabaya telah menarik perhatian publik, khususnya setelah Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jawa Timur, Heru Satrio, mengungkapkan analisisnya terkait hasil pemilihan, Rabu (27/11/2024).

Dalam wawancara media, Satrio menyatakan keyakinannya bahwa berdasarkan informasi dari saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS), ada indikasi penurunan jumlah pemilih yang cukup signifikan, meski belum bisa dipastikan persentasenya secara detail.

Menurutnya, hal ini bisa berdampak besar pada peta perpolitikan Kota Surabaya, khususnya bagi kelompok yang mendukung gerakan "kotak kosong" merupakan sebuah gerakan yang menuntut pemilihan tanpa adanya kandidat, berfokus pada penolakan terhadap sistem politik yang ada.

Satrio mencatat bahwa meskipun ada penurunan jumlah pemilih, militansi para pendukung "kotak kosong" tetap tinggi.

Bahkan, ia mengklaim bahwa Kota Kosong bisa saja menjadi pemenang dalam percakapan politik kota Surabaya jika ada pelanggaran. Heru juga menekankan bahwa apabila "kotak kosong" memang keluar sebagai pemenang, tidak ada alasan untuk membahas lebih lanjut soal pelanggaran yang terjadi.

Sebab, ia beranggapan bahwa sejak awal Komisi Pemilihan Umum (KPU) potensi dan indikasi melanggar dengan tidak mendukung keberadaan kotak kosong dalam pemilu tahun ini.

Pernyataan ini mencuatkan pertanyaan besar mengenai praktik pemilu yang berlangsung, khususnya terkait legitimasi penyelenggaraannya.

Satrio menegaskan bahwa pelanggaran besar terjadi ketika KPU tidak memberikan dukungan yang seharusnya kepada "kotak kosong," yang dianggapnya sebagai pihak yang terpinggirkan dalam proses ini.

Di sisi lain, Satrio juga mengungkapkan optimisme mengenai potensi kemenangan kotak kosong. Meskipun kampanye besar-besaran dilakukan oleh kandidat lain, ia merasa militansi pendukung Kota Kosong semakin menguat, seiring dengan penurunan jumlah pemilih di TPS.

Fenomena ini, menurutnya, berbanding lurus dengan harapan kemenangan mereka, meski tanpa adanya pasangan calon (paslon) dalam pemilu tersebut.

Fokus mereka bukan hanya pada perolehan suara, tetapi pada "militansi" yang dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam memenangkan pertarungan politik ini.

Peta distribusi suara, menurut Satrio, menunjukkan kantong suara terbesar berada di daerah pemilihan (Dapil) 4, khususnya di wilayah Wonokromo dan sekitarnya.

Wilayah ini disebutnya sebagai basis pemilih yang memilih surat suara berwarna hijau, yang dikaitkan dengan dukungan terhadap "kotak kosong".

Selain itu, distribusi suara juga merata di Dapil 1 dan 2, dengan Pamurbaya sebagai titik krusial yang harus diperhatikan.

Namun, hal yang menarik adalah mengenai saksi yang ditempatkan di sejumlah 3.964 lokasi TPS.

Meskipun "kota kosong" tidak memiliki paslon, Satrio menjelaskan bahwa mereka tetap menempatkan saksi di beberapa lokasi, seperti di wilayah Dapil 4, dengan tujuan untuk memastikan bahwa suara yang masuk dihitung dengan jujur.

Selain itu, mereka juga melibatkan saksi dari tim paslon gubernur yang mendukung Kota Kosong, menunjukkan bahwa meskipun tidak ada kandidat secara resmi, gerakan ini tetap berjuang untuk memastikan hasil yang transparan dan adil.

Pada malam hari menjelang deklarasi hasil pemilu, Satrio mengungkapkan keyakinannya bahwa mereka akan meraih kemenangan, dengan rencana mengadakan deklarasi di depan Gedung Grahadi pada pukul 19.00 WIB.

Ia berharap kemenangan tersebut akan menjadi langkah penting dalam memperkuat posisi Kota Kosong dalam percakapan politik di Surabaya.

Adapun poin-poin kritis didasarkan pada substansi pemetaan pesta demokrasi pemilukada 2024 sebagai berikut:

Pelanggaran pemilu adalah frase kata pelanggar bukanlah hal baru dilakukan KPU menjadi sorotan. Menurutnya, KPU diduga telah melanggar dengan tidak mendukung kotak kosong, meski gerakan ini sah secara politik.

"Tuduhan ini mengundang pertanyaan tentang keberpihakan penyelenggara pemilu dan validitas proses yang sedang berlangsung," tanyanya.

Kedua, militansi versus partisipasi pemilih, ulas Heru, meski tingkat partisipasi pemilih menurun, pernyataan tentang meningkatnya militansi pemilih kotak kosong menunjukkan adanya kecenderungan bahwa keterlibatan emosional pemilih mungkin bisa lebih penting daripada sekadar jumlah pemilih yang hadir di TPS.

"Ini menunjukkan pergeseran dalam dinamika pemilu yang sering kali bergantung pada kuantitas pemilih," cetusnya.

Selanjutnya, Transparansi dan Pengawasan juga menjadi sorotan publik kata Heru lantaran keberadaan saksi-saksi yang ditempatkan di beberapa TPS menunjukkan bahwa meskipun tidak ada paslon, gerakan kotak kosong tetap mengutamakan transparansi dalam perhitungan suara.

Hal ini penting untuk memastikan bahwa suara yang masuk dihitung dengan benar dan tidak ada kecurangan yang terjadi.

Optimisme tanpa Kandidat

Meskipun "kotak kosong" tidak memiliki calon yang jelas, optimisme yang tinggi terhadap potensi kemenangan ini menyoroti adanya ketidakpuasan terhadap sistem politik yang ada.

Gerakan ini seakan menjadi simbol perlawanan terhadap sistem yang dianggap tidak mewakili kepentingan masyarakat secara luas.

Gerakan "kota kosong" bukan sekadar fenomena politik, melainkan sebuah bentuk kritik terhadap sistem pemilu yang ada.

Optimisme itu ditunjukkan oleh Heru Satrio dan timnya meskipun tanpa paslon resmi menunjukkan adanya kebutuhan mendalam akan perubahan dalam cara pandang masyarakat terhadap politik.

Sementara itu, klaim tentang pelanggaran pemilu dan transparansi penghitungan suara perlu mendapat perhatian serius agar tidak ada ruang untuk kecurangan dalam proses demokrasi.

Deklarasi kemenangan yang rencananya akan dilaksanakan di Gedung Grahadi bukan hanya simbol kemenangan, tetapi juga pernyataan kuat mengenai ketidakpuasan terhadap jalannya pemilu dan sistem yang dianggap tidak adil.

Ditambahkan Riski yang juga sebagai saksi di TPS 12 RW 06 Kelurahan Darmo Kota Surabaya terkait serapan minat pemilih suara pukul 11.30 Wib sudah 50 persen atau sejumlah 350 orang dari ketersediaan jumlah surat suara yang disediakan di TPS.

"Total ada 603 surat suara untuk Pilwali dan 598 surat suara terserap 350 sudah dicoblos dan datang ke TPS ini," ungkapnya. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Yulian (Magang)
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya