SUARA INDONESIA, JOMBANG- Muhammad Ahkyak (51), seorang pelukis pasir asal Dusun Bulak, Desa Mojokrapak, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, telah mencuri perhatian masyarakat dengan keahlian uniknya dalam menciptakan karya seni menggunakan media pasir.
Di tengah perkembangan dunia seni digital, Ahkyak tampil sebagai sosok yang memperkenalkan seni pasir yang langka di Indonesia. Keahliannya tak hanya membuat kagum, tetapi juga menjadi inspirasi, terutama bagi generasi muda.
Pria yang juga mengajar seni budaya di MAN 3 Jombang ini menceritakan perjalanan awalnya yang dimulai pada tahun 2017. Dengan ketekunan dan dedikasi tinggi, Ahkyak memadukan teknik lukisan klasik dengan pasir yang ia kumpulkan dari berbagai pantai di Indonesia. Pasir-pasir yang ia pilih memiliki kualitas terbaik untuk menghasilkan lukisan dengan detail halus.
“Awalnya saya hanya coba-coba, tapi semakin lama saya semakin mencintai seni ini. Pasir memiliki karakter tersendiri yang bisa menghasilkan karya yang sangat indah,” ujar Ahkyak dalam sebuah wawancara. Dalam setiap karya seni pasirnya, ia menggunakan tangan dan alat sederhana untuk menciptakan komposisi gambar yang memukau.
Proses pembuatan lukisan pasir membutuhkan ketelitian dan kesabaran tinggi. Pasir yang telah dibentuk harus ditempatkan dengan presisi pada kanvas atau media yang telah disiapkan. “Kadang saya harus mengulang beberapa kali, karena pasir mudah tergeser. Tapi itu tantangannya. Setiap karya punya cerita,” tambah Ahkyak.
Ahkyak menjelaskan bahwa lukisan pasir yang ia buat awalnya hanya potret sederhana yang dianggap sebagai craft. Namun seiring waktu, seni pasir yang ia kembangkan kini dikenal dengan nama sand art atau seni pasir. “Saya ingin mengedukasi diri saya sendiri dan masyarakat bahwa berkarya itu tidak terbatas pada media. Media apapun bisa menjadi karya,” katanya.
Ahkyak memanfaatkan berbagai jenis pasir yang berasal dari sejumlah pantai di Jawa Timur, seperti Tuban, Lumajang, Blitar, Trenggalek, Parangtritis, hingga Malang. Setiap pasir memiliki karakter warna yang berbeda, memberikan sentuhan unik dalam setiap karya yang ia hasilkan.
“Saya bisa menemukan berbagai macam pasir dengan kualitas dan warna yang berbeda di pantai-pantai tersebut. Hal itu membuat setiap karya memiliki keunikan tersendiri,” jelasnya. Keberagaman pasir yang digunakan oleh Ahkyak menjadi ciri khas dalam setiap lukisan pasir yang ia ciptakan.
Keuletan dan dedikasi Ahkyak akhirnya membuahkan hasil. Karya seni pasirnya kini sudah dipatenkan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang. Bahkan, beberapa karyanya telah dikenal di berbagai kalangan, termasuk di luar daerah.
Tokoh-tokoh ternama, seperti Presiden RI keempat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), tokoh pendiri NU KH Hasyim Asy'ari, serta Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, menjadi model bagi lukisan-lukisan pasir yang dikerjakan Ahkyak.
“Lukisan yang saya buat mulai dari tokoh-tokoh yang ada di Jombang, seperti Gus Dur dan Mbah Hasyim Asy’ari, hingga tokoh besar seperti Gubernur Khofifah dan baru-baru ini saya lukis Menteri Agama yang saya serahkan pada puncak Hari Guru Nasional di Jakarta,” ungkapnya.
Seni pasir yang diciptakan oleh Ahkyak tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga mengandung pesan yang mendalam. Lukisan-lukisan pasirnya menggambarkan alam, potret manusia, hingga objek-objek abstrak. “Seni pasir mengajarkan kita untuk bersabar dan tekun. Setiap gambar yang saya buat memiliki cerita dan pesan yang ingin saya sampaikan,” tambahnya.
Melukis dengan media pasir memang membutuhkan waktu dan kesabaran yang luar biasa. Kadang, Ahkyak harus berdiri atau duduk dalam waktu lama untuk menyelesaikan sebuah lukisan. Hal ini menjadikan setiap karya seni pasirnya dihargai sesuai dengan tingkat kesulitan dan ukurannya.
“Harga lukisan mulai dari Rp 1,5 juta untuk ukuran poster 40x60 cm, hingga Rp 14 juta untuk ukuran 80x140 cm. Proses pengerjaan bisa memakan waktu antara 3 hingga 7 hari, tergantung tingkat kerumitan lukisan,” kata Ahkyak. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Gono Dwi Santoso |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi