SUARA INDONESIA

Tradisi 'Ater-Ater Apen', Simbol Kerukunan dan Keharmonisan Jelang Ramadan di Sumenep

Wildan Mukhlishah Sy - 11 March 2024 | 16:03 - Dibaca 1.15k kali
News Tradisi 'Ater-Ater Apen', Simbol Kerukunan dan Keharmonisan Jelang Ramadan di Sumenep
Kue apen lengkap dengan sirup gula merah. (Foto: Istimewa)

SUARA INDONESIA, SUMENEP- Bulan Ramadan menjadi, salah satu momentum yang paling ditunggu-tunggu oleh ummat muslim di seluruh dunia, termasuk masyarakat di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.

Bukan hanya karena banyaknya keberkahan di dalamnya, akan tetapi juga beragam tradisi unik yang kerap kali mewarnai peringatan jelang bulan suci tersebut. 

Kaya akan beragam seni, budaya dan tradisi, kabupaten yang terletak di ujung paling timur Pulau Madura itu memiliki sebuah tradisi unik turun temurun, yang dilakukan oleh masyarakat menjelang Bulan Ramadan, yakni ater-ater atau arebbe apen.

Ater-ater atau arebbe sendiri, dalam bahasa Indonesia, yakni mengantarkan makanan untuk keluarga atau tetangga yang berada di sekitar rumah. 

Sedangkan apen, merupakan jajanan tradisional berbahan dasar tepung beras dan terigu, semacam serabi, namun rasanya cenderung gurih, sesuai dengan selera masing-masing. Yang penyajiannya biasanya dilengkapi dengan gula merah cair. 

Menjelang Ramadan, masyarakat Sumenep biasanya akan mengantarkan apen dengan jumlah genap, lengkap beserta gula merah cair dan ketupat. 

Uniknya, jajanan tradisional tersebut tidak boleh disajikan satu per satu. Alias setiap dua apen akan ditempelkan dan diletakkan di atas piring. 

Salah seorang tokoh masyarakat Kecamatan Talango, Dzulhijjah menjelaskan, tradisi itu memang sudah dilakukan sejak zaman dulu. 

Berdasarkan dari yang ia ketahui, alasan kenapa apen harus direkatkan, karena tradisi ater-ater atau arebbe apen, merupakan simbol yang mengimplementasikan sebuah kesatuan dan kerukunan. 

Selain itu, adanya sirup gula merah sebagai pelengkap, kata dia, juga memiliki makna yang dalam, yakni sebuah hubungan yang manis atau keharmonisan dalam bermasyarakat. 

Sehingga dengan dilaksanakannya tradisi tersebut, diharapkan akan tercipta kerukunan dan keharmonisan di masyarakat, terlebih dalam menyambut hadirnya bulan suci Ramadan. 

Tak sampai di situ, tradisi unik tersebut juga bertujuan agar masyarakat dapat mengenyampingkan permasalahan atau hal-hal buruk, salah satunya seperti perpecahan. 

"Itu maksudnya apen itu atangkep (menyatu, Red), dua apen itu menjadi satu dan ada gula. Jadi maksudnya itu rukun, rukun yang manis. Alias harmonis menghadapi Ramadan," jelasnya. 

Tak hanya apen dan gula merah, dalam menu ater-ater jelang Ramadan, biasanya juga akan dilengkapi dengan dua buah topak alias ketupat. 

Tak hanya sebagai pelengkap saja, rupanya menurut pria yang akrab disapa Pak Endong itu , berdasarkan kebiasaan masyarakat, topak memiliki kepanjangan "Monto Bujel se Peppak" dengan arti, mengenyangkan perut yang kelaparan. 

Sehingga, hadirnya ketupat dalam menu dianggap sebagai simbol yang menggambarkan kegiatan sedekah dan keseimbangan dalam menjalani kehidupan, khususnya di bulan Ramadan. 

"Biasanya apen, gula merah lengkap dengan ketupat. Kalau sudah mau masuk Ramadan, pasti banyak orang-orang yang mengantarkan itu," lanjutnya. 

Dalam penerapan tradisi tersebut, diketahui tidak ada patokan jumlah apen. Hanya saja, biasanya diharuskan dalam kelipatan angka genap. Akan tetapi, untuk ketupat sendiri, yang sudah menjadi lumrah di masyarakat yakni dua buah. 

Tertarik untuk mencoba menu ater-ater atau arebbe apen khas Kota Keris ini? Biasanya masyarakat, mulai mengantarkannya sejak H-1 Ramadan. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Wildan Mukhlishah Sy
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV