SUARA INDONESIA

Aktivis Pendidikan: Penerapan Aturan PPKM di Jember Masih 'Kacau'

Imam Hairon - 15 July 2021 | 11:07 - Dibaca 1.35k kali
Peristiwa Aktivis Pendidikan: Penerapan Aturan PPKM di Jember Masih 'Kacau'
Aktivis Pendidikan, Ilham Wahyudi (Foto: Istimewa)

JEMBER - Ilham Wahyudi, Aktivis Pendidikan PGRI Jawa Timur menilai, aturan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diterapkan di Kabupaten Jember masih terkesan kacau.

Menurut Ilham, pelaksana kebijakan terkesan seperti tidak memahami bagaimana penerapan regulasi di lapangan.

Salah satunya, tidak mengindahkan dan tidak sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri.

Ilham mencontohkan, masih banyak guru yang melaporkan kepadanya, masih banyak dianjuran masuk sekolah oleh atasannya untuk beraktivitas. 

Mereka berlasan, bahwa aturan yang dipegang adalah Surat Edaran Bupati Jember tertanggal 2 juni 2021 yang (dikeluarkan sebelum pemberlakukan sebelum PPKM).

Padahal, lanjut dia, aturan yang terbaru sudah turun dari pemerintah pusat, yaitu Imendagri Tanggal 02 Juli 2021.

Salah satu item menyebutkan, bahwa lembaga non esensial 100 persen Work Form Home (WFH) termasuk lembaga pendidikan atau sekolah.

Sementara di Jawa Timur sendiri, menurut Ilham, mayoritas sudah WFH 100 persen. Kecuali penjaga sekolah dan satpam.

"Penerapan peraturan saat PPKM di Jember masih kacau. Kabupaten Lumajang dan Probolingggo serta Lumajang, semua sekolah ditutup total sebagaimana instruksi Mendagri. Hanya penjaga malam," papar Ilham menjelaskan, Kamis (15/07/2021) lewat sambungan selulernya.

Dirinya menyebut, Edaran atau Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Jember terkait PPKM masih membingungkan dan tidak sesuai dengan aturan yang di atasnya.

"Terkait Peraturan Bupati (Perbup) Jember, tidak dibagi antara yang esensial dengan non esesensial, kalau dibiarkan bisa kacau Jember ini," tegasnya.

Ilham mengaku prihatin, karena banyak guru diakui ilham banyak yang ketakutan.

"Pada ketakutan. Karena takut terpapar. Ini tadi ada yang meninggal, diduga Covid-19," tegas Ilham.

Yang menjadi kebingungan saat ini, kata Ilham, beberapa pemangku kebijakan masih mengacu pada Edaran Bupati yang meyebut WFH 50 persen.

"Padahal aturan itu dikeluarkan sebelum PPKM. Ini sekaran ada Instruksi Mendagri, kok masih mau ngacu yang lama," pungkasnya heran.

Lebih jauh pihaknya meminta kepada Bupati Jember untuk menerbitkan surat edaran terbaru.

"Aturan yang sinkron dengan yang diatas. Dijelaskan pula kategori esensial dan non esensial itu seperti apa. Agar yang di bawah tidak bingung," pintanya.

Dengan keadaan yang seperti itu, diakui Ilham kondisi para guru menjadi serba salah.

"Tidak manut atasan dianggap tidak patuh pada peraturan ASN. Manut atasan melanggar Imendagri dan berpotensi tertular," pungkasnya.

Sementara Ketua DPRD Jember, Itqon Sauki bernada sama. Dirinya juga mengaku heran, dengan terbitnya surat edaran Bupati Jember.

"Itulah mengapa saya pertanyakan tadi, ini SE-nya Bupati Jember tertanggal 29 Juni, kok mendahului Inmendagri 2 Juli. Bagi saya, ini sangat tdk masuk akal," sanggahnya lewat pesan singkat

Menurut Itqon, Idealnya aturan itu Top Down (turun dari atas baru ke bawah) baru dilanjutkan dengan surat edaran bupati.

"Setelah Inmendagri itu keluar,barulah bupati kemudian membuat SE Bupati," pungkasnya.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Imam Hairon
Editor : Nanang Habibi

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya