SUARA INDONESIA

Istri Mantan Kepala PDAU Tidak Terima dengan Proses Penangkapan Suaminya oleh Petugas Kejari Purworejo

Agus Sulistya - 02 March 2023 | 22:03 - Dibaca 2.20k kali
Peristiwa Istri Mantan Kepala PDAU Tidak Terima dengan Proses Penangkapan Suaminya oleh Petugas Kejari Purworejo
Ermawati istri mantan Kepala PDAU (kiri) didampingi Makmun Ketua DPD LSM Tamperak Purworejo saat jumpa pers (foto: Agus/suaraindonesia.co.id)

PURWOREJO - Ermawati, istri Didik Prasetya Adi (mantan Kepala PDAU Kabupaten Purworejo) merasa sakit hati, tidak terima dan merasa malu atas proses penangkapan terhadap suaminya di lokasi hajatan oleh petugas Kejaksaan Negeri (Kejari) Purworejo, Jawa Tengah, pada Rabu (01/03/2023) kemarin di Desa Jatiwangsan.

"Kami baru turun dari mobil dia orang langsung menarik Pak Didik dengan keras, gak punya etika sopan santun dan terlalu arogan di depan umum saat hajatan saudara, membawa Pak Didik dan langsung dimasukan ke mobil terrios warna hitam tanpa memperlihatkan surat-surat terlebih dahulu," cerita Ermawati saat jumpa pers di Kantor DPD LSM Tamperak Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Kamis (02/03/2023).

Ermawati menegaskan, dirinya tidak terima dan merasa sakit hati atas cara penangkapan suaminya oleh petugas Kejari Purworejo yang dirasa terlalu arogan dan tidak punya etika sopan santun.

"Dia orang terlalu arogan dan tidak punya etika sopan santun. Padahal kami masih menempuh jalur hukum. Saya pengennya tetap sesuai dengan keputusan dari Pengadilan Negeri Tipikor Semarang yaitu sebagai tahanan kota. Sebelumnya dia orang juga pernah mendatangi rumah kami malam hari sampai anak saya yang kecil menangis histeris karena takut," ungkap Ermawati.

Sementara itu, Ketua DPD LSM Tamperak Kabupaten Purworejo, Sumakmun selaku kuasa dari Ermawati menyampaikan, bahwa dalam pemberitaan yang beredar Pak Didik tersebut dikatakan sebagai Buron dan DPO.

"Penangkapan yang seperti itu perlu dipertanyakan dan diuji kembali, kenapa? Menurut kami karena sesuai putusan Pengadilan Negeri Tipikor Semarang dan perintah hakim itu Pak Didik sebagai tahanan kota," jelas Makmun.

Lebih lanjut, Makmun menegaskan, bahwa ketika dibaca hasil dari pertimbangan disitu juga dijelaskan disitu terjadi perbedaan pendapat antara hakim yang memproses perkara tersebut.

"Jadi disitu terjadi dissenting opinion, pendapat hakim satu Pak Didik menjalani tahanan rutan tapi pendapat dua hakim yang lain Pak Didik harus menjalani sebagai tahanan kota dan sesuai amar putusan itu tahanan kota bukan tahanan rutan," tegas Makmun.

Ditambahkanya, bahwa sesuai putusan PN Tipikor Semarang Pak Didik tidak harus dieksekusi, bahkan melalui pengacaranya juga masih menyurati Mahkamah Agung.

"Kenapa Kejaksaan ini terburu-buru, padahal orang lagi bersurat padahal itu upaya supaya putusannya itu jadi jelas tidak multi tafsir di masyarakat," imbuhnya.

"Kemudian kita juga akan menempuh langkah hukum apakah dalam proses penyelidikan sampai tahap putusan itu sudah sesuai standar KUHP, kami juga punya bukti-bukti yang nanti akan jadi upaya hukum bagi kami, kita gak main-main," tegas Makmun.

Dirinya juga menyinggung terkait penangkapan itu tidak boleh melanggar undang-undang.

"Disini ketika sudah diperlihatkan penangkapan itu secara arogan dan dikatakan buron padahal Pak Didik juga menyurati Kejaksaan melalui kami juga melalui pengacaranya, seharusnya kalau orang itu masih upaya hukum diberi kesempatan dulu jangan terlalu buru-buru seperti itu," bebernya.

Terkait di masukannya mantan Kepala PDAU di Lapas, Makmun berpendapat, dirinya merasa heran Pak Didik tersebut di Lapas dalam rangka menjalani putusan hakim atau putusan siapa.

"Nah, Pak Didik itu dalam putusan hskim jelas sebagai tahanan kota, bukan tahan rutan. Apakah nanti tidak merubah isi putusan, ketika Lapas itu menerima berita acaranya dari Kejaksaan ke Lapas itu seperti apa supaya masyarakat bisa tahu jangan seperti ini caranya. Padahal ini masuk tahanan kota kok bisa dimasukan tahanan rutan sedang disitu sudah ada pertimbangan hakim sebelumnya," pungkas Makmun.

Diketahui, Didik Prasetyo Adi tesebut ditetapkan sebagai terpidana pada tanggal 24 Desember 2022, atas kasus tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) dalam program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Afirmasi tahun anggaran 2020-2021, dengan nilai total pengadaan barang dari dana BOS mencapai Rp 5,7 miliar. Dalam hal ini ada potensi keuntungan sejumlah Rp 646.053.924. Namun keuntungan itu diduga tidak dimasukkan kas PDAU.

Kemudian, Didik terbukti korupsi dan divonis pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan serta denda Rp 50 juta oleh PN Tipikor Semarang.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Agus Sulistya
Editor : Danu Sukendro

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV