KABUPATEN BANDUNG, Kericuhan terjadi antara wartawan dengan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung terjadi saat awak media akan melakukan peliputan prosesi pengambilan no urut pasangan calon (paslon) bupati dan Wabup tidak di perkenankan masuk oleh KPU kabupaten Bandung.
"Prosesi pengundian nomor urut Paslon Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Bandung diwarnai rasa kekecewaan dari wartawan. Pasalnya, meski sudah mendapatkan ID Card resmi, wartawan tidak diperkenankan masuk ke ruangan,"
Menaggapi hal tersebut, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Bandung, Rahmat Sudarmaji, mengaku menyesalkan kericuhan tersebut. Menurutnya, kericuhan tidak perlu terjadi jika sejak awal terbangun komunikasi yang baik antara KPU Kabupaten Bandung dengan awak media.
“Kami sangat menyesalkan kenapa gesekan ini bisa terjadi. Kalau sejak awal mereka KPU Kabupaten Bandung mampu membangun komunikasi yang baik dengan rekan-rekan jurnalis, peristiwa seperti ini tentu tidak perlu terjadi,” ujar Ketua PWI Kabupaten Bandung, Rahmat, Soreang , Kamis (25/9/2020).
“Memang kemarin ada pembatasan untuk di area rapat pleno. Kami setuju, kami minta ada big screen untuk wartawan yang tak punya id card,” ujar Rahmat di Soreang, Kabupaten Bandung.
Meskipun sudah mengajukan big screen, ternyata pada saat pelaksanaan tidak tersedia big screen tersebut. Rahmat memastikan, wartawan berkomitmen untuk menerapkan protokol kesehatan
“Kalau melihat zona Covid Kabupaten Bandung, tak begitu parah, kami komitmen untuk menerapkan protokol kesehatan di rapat sebelumnya namun kini tak oleh masuk,” tutur Rahmat.
Wartawan senior mewakili temen - temen Jurnalis, Didi Mainaki. Ia menyayangkan sikap Ketua KPU kabupaten Bandung yang dinilai arogan dan tidak menghormati tugas jurnalis di lapangan.
“Selama berlangsungnya pilkada tidak pernah terjadi. KPU kabupaten Bandung tidak profesional dan kurang paham tentang tugas jurnalis,” kata Didi
jika acara pengundian nomor seperti ini maka tidak harus di hotel. Menurutnya, di Kantor KPU saja sudah cukup dan hanya perlu difasilitasi. “Agar tidak menghamburkan anggaran, apalagi di tengah pandemi Covid 19 seperti ini,” ujar Didi.
Didi mengungkapkan, intinya wartawan tak boleh masuk saat digelarnya pengundian nomor untuk mencegah kerumunan. Harusnya, lanjut Didi, ada sikap untuk mengambil jalan tengah. Misalnya, mempersilahkan beberapa wartawan untuk masuk sebagai perwakilan. Menurut, masih banyak solusi, jika memang tidak diperbolehkan masuk.
Kenapa tidak dibuat layar lebar di luar, bukan untuk hanya wartawan, tapi untuk mengakomodir keingintahuan simpatisan relawan, tim sukses dan lainnya,” ujarnya.
Didi menekankan, harusnya hubungan KPU dan wartawan dijalin dengan baik dan dengan saling menguntungkan. Karena, KPU butuh wartawan dan wartawan juga butuh KPU untuk sumber informasi yang dinanti masyarakat.
“Sebenarnya kami juga tak memaksakan diri semua masuk ruangan, kami paham. Kami sangat menyayangkan, kecewa, dan protes. Harusnya aturan KPU jangan tangan besi tapi ada inovasi,” pungkasnya
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Imam Hairon |
Editor | : |
Komentar & Reaksi