SUARA INDONESIA, SURABAYA - Pemantauan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jawa Timur, mengungkap ketimpangan partisipasi dan pendidikan politik di wilayah terpencil pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Jawa Timur.
Berdasarkan tabulasi yang dilakukan KIPP, terdapat perbedaan mencolok dalam tingkat pemahaman masyarakat terhadap proses demokrasi, khususnya antara wilayah yang lebih terpencil dan daerah yang lebih dekat dengan pusat kota.
Ketua KIPP Jawa Timur, Herdian, dalam keterangan yang disampaikan pada Senin (2/12/2024), mengungkapkan bahwa hasil pemantauan menunjukkan rendahnya partisipasi politik di sejumlah daerah, terutama yang terletak jauh dari Surabaya, seperti Pamekasan, Ngawi, dan Pacitan.
"Di daerah-daerah tersebut, tingkat kepedulian masyarakat terhadap pemilu masih tergolong rendah. Hal ini kontras dengan kabupaten-kabupaten yang lebih dekat dengan Surabaya, seperti Gresik dan Sidoarjo, yang menunjukkan tingkat pendidikan politik yang lebih baik," ujarnya.
Kendala Utama
Herdian menyoroti bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi adalah keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh kabupaten/kota.
"Penyelenggaraan pemilu di daerah terpencil seringkali terkendala oleh anggaran yang terbatas. Hal ini membuat penyelenggara pemilu kesulitan menjangkau pemilih.
Setiap daerah memiliki alokasi APBD yang berbeda, dan sudah seharusnya provinsi memberikan dukungan lebih untuk memperkuat partisipasi pemilih, terutama di daerah-daerah yang terisolasi," katanya.
Meskipun ada sejumlah daerah yang mencatatkan peningkatan partisipasi pemilih, seperti Surabaya dan Batu, Herdian menegaskan bahwa angka tersebut masih jauh dari target ideal.
"Di Surabaya, misalnya, partisipasi pemilih meningkat signifikan dari 54 persen menjadi sekitar 76-78 persen. Namun, secara keseluruhan, angka tersebut masih jauh dari angka ideal yang diharapkan untuk sebuah pemilu yang demokratis," jelasnya.
Fenomena Penurunan Partisipasi
Selain itu, Herdian mencatat adanya penurunan partisipasi di beberapa daerah, seperti Bangkalan, yang mengalami penurunan cukup tajam dibandingkan dengan Pilpres 2024.
"Bangkalan yang sebelumnya mencatatkan partisipasi lebih dari 90 persen, kini hanya mencapai sekitar 74 persen. Penurunan ini menjadi perhatian serius, terutama mengingat pentingnya peningkatan kesadaran politik di tingkat lokal," tuturnya.
Herdian mencontohkan, keberadaan calon tunggal dan fenomena dugaan praktik politik uang merupakan tantangan serius dalam Pemilu 2024.
Untuk itu, fenomena calon tunggal di beberapa daerah juga menjadi sorotan. Herdian menilai bahwa kondisi ini berpotensi mengurangi dinamika politik dan mengurangi antusiasme masyarakat untuk terlibat dalam pemilu.
"Di beberapa kecamatan di Gresik dan kota lainnya, ketidakadaan pilihan calon lain membuat masyarakat kurang tertarik. Ini tentu mengurangi gairah politik, yang seharusnya dapat diperbaiki dengan adanya persaingan yang sehat antar calon," ujar Herdian.
Selain itu, KIPP Jatim juga mencatat adanya praktik politik uang yang masih merajalela di beberapa wilayah.
"Meskipun ada upaya untuk menanggulangi praktik ini, politik uang masih menjadi masalah besar dalam Pemilukada 2024. Kerjasama antara semua pihak, baik pemerintah, penyelenggara pemilu, dan masyarakat, sangat diperlukan untuk memberantas praktik ini secara tuntas," tegas Herdian.
Olehnya, KIPP menunjukkan sejumlah temuan penting yang mengindikasikan rendahnya partisipasi politik di daerah-daerah terpencil dibutuhkan kajian pendidikan politik dan kesenjangan wilayah jadi tantangan utama.
Secara keseluruhan, lanjutnya, KIPP Jatim menilai bahwa meskipun ada peningkatan partisipasi pemilih di beberapa daerah, tantangan utama yang masih dihadapi adalah rendahnya tingkat pendidikan politik dan kesenjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan.
"Peningkatan kesadaran politik dan pemerataan informasi terkait pemilu di berbagai daerah sangat diperlukan agar Pemilukada 2024 dapat berlangsung lebih inklusif dan demokratis," tutup Herdian. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Yulian (Magang) |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi