SUARA INDONESIA

Mengenal Sejarah Tionghoa dan Klenteng Lam Tjeng Kiong di Cilacap

Satria Galih Saputra - 30 June 2023 | 21:06 - Dibaca 5.41k kali
Sejarah Mengenal Sejarah Tionghoa dan Klenteng Lam Tjeng Kiong di Cilacap
Foto Klenteng Lam Tjeng Kiong dulu dan sekarang (Foto : IG Tjilatjap History)

CILACAP, Suaraindonesia.co id - Warga Tionghoa di Cilacap memiliki bangunan tempat beribadah yang tampak kokoh dan megah, yakni Klenteng Lam Tjeng Kiong yang berlokasi di Jalan RE Martadinata, Tambakreja, Cilacap. 

Usia bangunan tersebut diketahui sudah ratusan tahun, karena dibangun sekira tahun 1800-an. Dengan usia setua itu, tentu orang Tionghoa turut andil dalam sejarah Cilacap tempo doeloe. 

Menurut Riyadh Ginanjar, Ketua komunitas Tjilatjap History, orang Tionghoa masuk ke Cilacap dengan jalan migrasi sekira awal abad 20, berkat perdagangan yang telah mereka jalani semenjak 413 M. 

Ia menyampaikan, sebagian dari mereka menikah dengan pribumi, sehingga menghasilkan kaum Tionghoa peranakan. Meskipun sebagian yang lain memilih tetap menjaga kemurnian ras Tionghoa mereka (Tionghoa totok).

"Orang-orang Tionghoa itu sejak dulu ya menguasai perdagangan di sini. Ya toko kelontong, minyak, makanan, mereka yang kuasai. Kalau pribumi saat itu lebih memilih garap sawah, kebun. Nanti panen mereka jual ke orang Tionghoa. Kemudian hasil panen mereka kirim ke Banyumas, atau barter dengan yang ada di Banyumas," ungkap Riyadh di kediamannya, Jumat (30/06/2023). 

Konon sebelum dibangun Belanda tahun 1832, orang-orang Tionghoa telah lebih dahulu menemukan ide kirim barang dari sungai Serayu tembus ke Cilacap. Hal itu menurutnya memangkas biaya perjalanan komoditi tanaman rakyat Cilacap. 

"Lalu karena mereka luwes berdagang, Belanda menjadikan mereka anak emas. Orang-orang Tionghoa dipercaya menjadi pedagang antara," imbuh Riyadh.

Di tahun 1897 orang-orang Tionghoa membuat perkumpulan pertama, diberi nama Lam Ceng Kion. Selain itu, mereka menginginkan seorang Letnan Tionghoa untuk wilayah Cilacap. 

"Mereka juga minta dibuatkan Klenteng. Belanda setuju. Awalnya kan mereka dilokalisir di depan Bruk Menceng. Lalu Belanda memberi tempat di Tambakreja, yang tidak jauh dari Bruk Menceng," ucap Riyadh. 

Perdagangan yang mereka jalankan tentu menuai kesuksesan. Dalam jangka waktu relatif sebentar saja, orang Tionghoa menjadi orang-orang kaya. 

Tjilatjap History sendiri menemukan jejak arsip berupa majalah pergerakan Pemuda Tionghoa, di masa setelah proklamasi. 

Riyadh menuturkan, bahwa majalah itu sudah menguning, kemudian dalam isi majalah menggunakan ejaan lama bahasa Indonesia campur dengan bahasa Belanda, dan Inggris. 

"Ada lagi arsip kartu-kartu pos, telegram, serta foto keluarga seorang perempuan Tionghoa yang kami dapatkan," katanya. 

Keadaan mulai berubah bagi Tionghoa Cilacap, saat setelah proklamasi. Di mana Belanda, yang dipaksa angkat kaki dari Indonesia, meninggalkan anak emasnya begitu saja. 

"Waktu zaman Pak Sukarno mending. Keberadaan mereka tidak diusik. Namun ketika Suharto mulai memimpin, sejumlah peraturan baru menimpa orang Tionghoa," beber Riyadh. 

Kala itu, lanjut Riyadh, pemerintah Orde Baru mengambil alih properti orang-orang Tionghoa, dengan alasan dijadikan aset negara. 

Adapun peraturan lain menyusul terkait identitas kewarganegaraan, pengubahan nama dan agama, pelarangan merayakan Imlek, dan masih banyak lagi. 

"Kini keadaan kembali berubah. Saatnya warga Tionghoa turut berperan menorehkan kesan positif di negara ini," ujar Riyadh. 

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Satria Galih Saputra
Editor : Irqam

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya