SUARA INDONESIA

Restoran Terapung di Labuan Bajo Sajikan Perpaduan Tehnik Westernfood dengan Budaya Lokal

Florianus Edi - 26 November 2024 | 11:11 - Dibaca 235 kali
Wisata Restoran Terapung di Labuan Bajo Sajikan Perpaduan Tehnik Westernfood dengan Budaya Lokal
Restoran terapung di Labuan Bajo, Le Bajo. (Foto: Istimewa)

SUARA INDONESIA, LABUAN BAJO- Le Bajo merupakan satu satunya floating restaurant (restoran terapung) yang berada di kota super premium Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT.

Selain keunikannya yang berada di atas laut, Le Bajo juga menyajikan makanan yang terinspirasi dari makanan lokal dengan perpaduan westernfood (makanan barat).

"Kita itu terinspirasi dari budaya Flores, orang-orangnya, dan keindahan alamnya," kata Koming Sukrayadasa, kepada media ini ketika berkunjung ke restoran Le Bajo, Senin (25/11/2024) sore.

Operational Manager Le Bajo ini menjelaskan, konsep yang dijalankan oleh restoran Le Bajo mengacu pada kehidupan masyarakat lokal setempat yang dikemas secara modern.

"Makanan yang kita buat pun mengacu ke sana. Jadi semua bahan yang kita dapat adalah bahan yang bisa kita dapatkan di Flores Labuan Bajo. Makanan yang dibuat itu tercipta dari kebiasaan masyarakat sini. Culture-nya seperti apa, adatnya seperti apa, penghasilan utamanya seperti apa. Itu yang dibungkus jadi sebuah makanan dan minuman di sini," jelasnya.

Koming menyebutkan beberapa jenis makanan yang menjadi highlight di Le Bajo. Antara lain: Dermaga Beautifihs. Merupakan makanan yang diolah dari ikan fresh. Ikan tersebut diperoleh dari hasil kerjasama dengan nelayan yang ada disekitar Le Bajo.

"Kami kerjasama dengan nelayan di sini untuk ikannya. Jadi, kita bayar sedikit lebih mahal dari dia bayar ke pengepul," ungkapnya.

Selanjutnya, Rangko Octopus. Merupakan makanan yang dihasilkan dari olahan gurita. "Guritanya kita dapat dari Desa Rangko. Jadi, sebagai salah satu penghasilan mereka, sebagian besar nelayan tangkapannya gurita. Makanya Rangko Octopus," bebernya.

Berikutnya, Hardchicken. Merupakan hidangan yang menyajikan perpaduan budaya adat istiadat Manggarai. Hardchicken itu terinspirasi dari Manuk Tapa yang berasal dari bahasa daerah Manggarai yang artinya ayam panggang.

"Jadi itukan sebuah selebrasi ya, untuk adat Manggarai. Jadi semua itu yang menginspirasi kita. Lomak (olahan daun singkong) juga ada di dalamnya. Jadi, Hardchicken Manuk Tapa itu ada lomaknya juga," ucapnya.

Dia menjelaskan, penyajian makanan di Le Bajo merupakan hasil penggabungan sebuah teknik westernfood dengan budaya lokal.

"Misal dibilang makanan Flores, bukan makanan Flores. Ini makanan Indonesia, juga bukan. Tapi terinspirasi dari budaya adat dan bahan-bahan pangan di sini," ungkapnya.

Le Bajo menargetkan market menengah ke atas. Kisaran harga dari Rp 60 ribuan sampai ada yang satu juta rupiah untuk satu porsinya. Dan ada keunikan lain di Le Bajo. Yakni, waterfront restaurant dengan memiliki jembatan putih yang menjadi salah satu ikon di Manggarai Barat.

"Bisa dilihat, kalau Le Bajo itu keunikannya itu adalah waterfront restaurant di atas laut. Dan kami menjaga salah satu ikon Manggarai Barat yaitu jembatan putih. Mungkin itu salah satu keunikan. Selain makanan, view-nya juga," katanya.

Selain mengekspresikan Labuan Bajo lewat makanan, Le Bajo hadir juga untuk mendukung standar pengembangan sumber daya manusia dengan memperkerjakan hampir 90 persen penduduk lokal.

Diketahui, nama Le Bajo berasal dari Bahasa Prancis. Le artinya di, sedangkan Bajo diambil dari nama Kota Labuan Bajo. Saat ini, Le Bajo sudah berekspansi ke Bali hingga Melbourne di Australia. Dan Labuan Bajo menjadi pusatnya. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Florianus Edi
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya