SUARA INDONESIA

Jihad dan Bom Bunuh Diri

Zainul Hasan - 26 December 2022 | 15:12 - Dibaca 2.93k kali
Artikel Jihad dan Bom Bunuh Diri
Dosen PAI Universitas Jember, Muhammad Haidlor, Lc.,M.Pd.I. (Foto: Istimewa)

JEMBER- Syari'ah perang atau jihad pertama kali muncul setelah umat Islam menjadi komunitas yang memiliki kekuatan dan kedaulatan. 

Menurut Ibn Qayyim, hukum jihad pertama kali adalah haram, kemudian menjadi anjuran dan kemudian jihad menjadi perintah bagi mereka yang memulai peperangan terlebih dahulu. Dan kemudian menjadi perintah untuk melawan seluruh kaum musyrik (lihat di Huda Khoiry Al-Ibaadi Li ibn Qayyim, 2/58). 

Ulama salaf masih berselisih dalam menetapkan ayat jihad yang pertama kali turun. Menurut Al-Hakim yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, mengatakan bahwa ayat jihad yang pertama kali adalah surat Al-Hajj, ayat 39. 

sementara Ibn Jarir Al-Thabari dalam kitabnya Jaamiatul Bayaani, mengatakan ayat jihad yang pertama turun adalah surat Al-Baqarah, ayat 110.

Lantas apakah hikmah dibalik perintah jihad? 

Ulama sepakat bahwa tujuan dari perintah jihad adalah melawan kezaliman yang dilakukan oleh kaum musyrikin terhadap umat Islam waktu itu. 

Lembaran sejarah menyebutkan bahwa jihad muncul dalam ruang yang berbeda. Pada masa Khalifah Abu Bakar As-shiddiq, perintah jihad dikumandangkan untuk melawan kaum yang ingkar akan perintah zakat. 

Sementara pada masa Khalifah Umar bin Khattab, jihad memiliki perluasan makna dan dilakukan untuk menjalankan misi eskpansi dakwah. Salah satu contoh dengan menugaskan Amr ibn As untuk memimpin peperangan membuka Kota Mesir. 

Lain halnya dengan masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib, makna jihad telah mengalami penyempitan. Sehingga yang terjadi adalah kekerasan merebutkan kekuasaan. Peristiwa tersebut berakhir dengan terbunuhnya ke dua khalifah tersebut. 

Kekerasan semakin merajalela pada masa dinasti Umawiyyah dengan terpenggalnya Husain bin Ali dalam Peristiwa Karbala, pada masa Khalifah Yazid bin Muawiyah, tahun 64 Hijriyah. 

Begitu pula masa dinasti Abbasiyah yang melakukan kudeta militer pada dinasti Umawiyyah. Dan peristiwa yang masih tercatat rapi dalam lembaran-lembaran sejarah adalah peristiwa Perang Salib yang terjadi antar kaum Muslimin dan Kristiani.

Sejarah kekerasan yang terjadi dalam tubuh umat Islam masih membekas sampai saat ini. Islam di cap sebagai teroris yang harus dimusnahkan. Bahkan Huntington dalam tesisnya mengatakan bahwa musuh terbesar Amerika setelah Uni Soviet adalah umat Islam. 

Peristiwa Irak, Afganistan dan berbagai macam peristiwa kekerasan dinisbatkan kepada umat Islam. Bahkan peristiwa ledakan yang terjadi di London lagi-lagi disandarkan kepada umat Islam. 

Kemudian timbul sebuah pertanyaan, apakah memang Islam dengan perintah jihadnya membuka atau memberi ruang kepada pengikutnya untuk melakukan kekerasan?.

Saya yakin jika ajaran Islam betul-betul dipahami akan dengan tegas menjawab 'Tidak!'.

Sejarah mencatat bahwa peristiwa peperangan yang terjadi antar umat Islam dan penganut agama lainnya masih memiliki etika dan moral perang. 

Bisa dipastikan, hampir seluruh penulis sejarah mencatat bahwa jihad atau peperangan yang melibatkan umat Islam tidak melampaui batas kemanusiaan. 

Lain halnya dengan para penjajah atau peperangan yang dilakukan oleh bangsa Eropa. Di mana kekerasan, pemerkosaan dan perlakuan yang tidak berprikemanusiaan menodai masa-masa peperangan. 

Masih tercatat rapi dalam sejarah bagaimana serdadu Amerika memperlakukan tahanan di dalam penjara Abu Gharib, Irak.

Kemudian timbul sebuah pertanyaan baru, apakah Islam melegalkan bom bunuh diri?.

Untuk menjawab persoalan tersebut, saya berpikir bahwa bom bunuh diri merupakan bentuk strategi yang dilakukan oleh pihak dengan kapasitas kekuatan yang mini. 

Dalam sejarah dikatakan, ada seorang ahli perang bernama Muqauqisy, melakukan aksi bunuh diri untuk membuka barisan musuh yang sangat rapat, sehingga perhatian para musuh hanya tertuju pada sosok Muqauqisy. Pada saat itulah, pasukan lain mampu menembus barisan serdadu musuh yang secara kasat mata sulit untuk ditembus.

Peritiwa itu hampir serupa dengan kondisi umat Islam di Irak, Afganistan, dan Palestina. Mereka hanya dengan memegang senjata sederhana harus menghadapi serbuan serdadu Israel dan Amerika beserta sekutunya. 

Lantas apalah arti sebuah bom bunuh diri yang hanya menelan beberapa korban dibandingkan dengan kebiadaban pemerintah Amerika dan sekutunya yang telah membom-bardir umat Islam, Irak, Palistina, Afganistan, yang telah menghancurkan infrastruktural kehidupan mereka.

Di sini penulis ingin menegaskan, bahwa bom bunuh diri hanya merupakan strategi dalam peperangan, sehingga aksi tersebut tidak bisa dibenarkan jika terjadi di areal yang tidak memiliki gejolak peperangan.

Kalau boleh penulis katakan, untuk melakukan perubahan, jalan yang paling tepat dan lebih baik adalah dengan melakukan pembenahan yang terjadi di dalam tanpa harus merusak bangunan-bangunan lain yang ada di luar. 

Dengan kata yang lebih sederhana, membangun kemaslahatan tanpa harus menuntut korban. (*)

*Penulis: Dosen PAI Universitas Jember, Muhammad Haidlor, Lc.,M.Pd.I

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Zainul Hasan
Editor : Bahrullah

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya