SUARA INDONESIA, PEMALANG- Menjelang Lebaran, pembuat kerupuk rengginang di Kampung Mengoneng, Kelurahan Bojongbata, Kecamatan Pemalang Kota, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, mampu menghabiskan hingga dua kuintal beras ketan.
Namun siapa sangka, usaha kerupuk rengginang yang dilakoni Nurhayati, ibu tiga anak ini, sudah berlangsung sejak seperempat abad yang tahun lalu. Usaha yang ia rintis itu berawal dari membikin cemilan buat anak-anaknya, karena tidak mampu membeli jajanan di toko. Karena saat itu, perempuan 50 tahun ini masih kesulitan ekonomi.
Yati, begitu biasa dipanggil orang di kampungnya, tidak pernah bisa diam. Setelah melakukan pekerjaan rutin sebagai ibu rumah tangga, selepas mencuci, masak dan mengurus anak-anaknya, tangannya ada saja yang dilakukan untuk mengisi waktu luang.
Kini, Nurhayati bisa memproduksi 20-30 kilogram rebusan beras ketan untuk dijadikan rengginang. Bahkan moment Lebaran ini mampu menghabiskan dua kuintal beras ketan sebagai bahan dasar kerupuk rengginang.
Demi menjaga kualitas kerupuk rengginangnya, semua proses produksi dikerjakan sendiri tanpa mempekerjakan karyawan.
"Beda tangan beda rasa rengginang ini. Jadi walaupun super capek, demi kualitas rengginang semuanya saya kerjakan sendiri," kata Yati, ketika ditemui di kios tempat pembuatan sekaligus penjualan produksi rengginangnya, Senin pagi 1 April 2024.
Sebagaimana diketahui, rengginang adalah makanan khas Indonesia yang terbuat dari beras ketan yang dipadatkan, kemudian digoreng. Makanan ini memiliki tekstur yang renyah dan gurih, serta memiliki rasa yang unik dan memikat.
Rengginang juga memiliki ciri khas. Bentuknya pipih dan tipis dengan warna yang kecokelatan akibat proses penggorengan yang sempurna. Setiap gigitan menghadirkan perpaduan sempurna antara rasa manis dari ketan yang sudah dikeringkan dan rasa gurih dari rempah-rempah yang digunakan dalam proses pembuatan.
Untuk harga kerupuk rengginang mentah produksi Yati dijual dengan harga yang cukup terjangkau. Mulai Rp 40 ribu untuk rengginang mentah, matang Rp 70 ribu, serta Rp 120 ribu untuk satu kaleng besar rengginang matang. Dia menyediakan dua varian rasa, yaitu rengginang manis dan original (gurih).
Yati mengaku sudah cukup bahagia dengan usaha membuat rengginang itu. Karena bisa menambah penghasilan keluarga. Ia belum terpikirkan untuk mempekerjakan karyawan, apalagi belajar manajemen bisnis.
Bermula dari kondisi “kepepet” ekonomi, Yati sudah membuat rengginang selama 25 tahun. Berawal di sebuah rumah kontrakan. Yati mencoba untuk membuat adonan rebusan beras ketan untuk dibuat menjadi kerupuk rengginang.
Seiring berjalannya waktu, percobaan dirinya berhasil dan menjadi dikenal sebagai pembuat kerupuk rengginang di Kampung Mengoneng, Kelurahan Bojongbata, sekaligus tersemat sebagai “bakul” atau pedagang rengginang kelas usaha kecil-kecilan.
Racikan bumbunya juga sederhana dengan bahan dan bumbu yang alami. Hasil rebusan beras ketan yang telah matang, terlebih dahulu dicampur bumbu dan rempah, seperti bawang putih, ketumbar dan terasi udang.
Rahasia rengginang buatan Yati dengan rasa gurih dan asin yang khas, didapat dari bumbu terasi yang digunakan. Dia hanya menggunakan terasi dari hasil olahan laut perajin terasi di Jawa Timur. “Selain terasi Jawa Timur, saya nggak pakai,” terangnya.
Awal produksi hanya satu hingga dua kilo. Kemudian dibungkus setelah rengginang kering dengan ukuran 1/4 kilo, 1/2, sampai satu kilo. Dijajakan oleh ibu beranak tiga ini dengan mengelilingi Kampung Mengoneng di pinggiran kota Pemalang.
Awalnya, dijajakan keliling dari kampung ke kampung. Lambat laun karena masyarakat sekitar mulai cocok dengan rasa rengginang buatannya, banyak orang yang pesan untuk dimakan sendiri sebagai cemilan keluarga maupun pesanan untuk dijual kembali.
Selain itu, banyak warga yang akan menggelar hajatan pesan terlebih dahulu rengginang buatannya. Hampir seluruh kampung dan wilayah sekelilingnya, jika ada rengginang yang ada di pasar, toko sembako dan warung-warung, bisa dipastikan rengginang buatan Nurhayati.
"Bahkan sudah lama Rengginang kami dibawa ke Lampung dan kota Manado Sulawesi," tutur Yati, bangga.
Untuk menjaga dan meningkatkan mutu rengginangnya, termasuk segi pemasarannya, beberapa kali Nurhayati mengikuti pelatihan pembuatan makanan sehat dan aman serta bergizi, yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Deperindagkop) Pemalang.
Jiroh (40), salah satu pelanggannya, mengaku sudah berlangganan kerupuk rengginang Nurhayati sejak 6 tahun lalu. Baik untuk dikonsumsi sendiri maupun dijual lagi.
“Rengginangnya khas, berasa. Langsung mekar lebar ketika digoreng dan hancur sendiri di mulut pada gigitan pertama," ucapnya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Ragil Surono |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi