SUARA INDONESIA

Kasus Korpri Banyuasin, Pengacara Sebut Ini

Redaksi - 06 September 2024 | 21:09 - Dibaca 1.34k kali
News Kasus Korpri Banyuasin, Pengacara Sebut Ini
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengelolaan Dana Korpri Kabupaten Banyuasin tahun anggaran 2022-2023 di Pengadilan Negeri Palembang. (Foto: Istimewa)

SUARA INDONESIA, PALEMBANG - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengelolaan Dana Korpri Kabupaten Banyuasin tahun anggaran 2022-2023, kembali digelar di Pengadilan Negeri Palembang.

Dua terdakwa, Bambang Gusriandi yang menjabat sebagai Sekretaris Korpri dan Mirdayani sebagai bendahara, dihadirkan untuk memberikan keterangan. Kasus ini diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 342 juta.

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Masriati, Bambang Gusriandi memberikan pengakuan mengejutkan. Ia mengungkapkan bahwa segala tindakan terkait pengeluaran dana dan nota dinas dilakukan atas perintah langsung dari Ketua Korpri Banyuasin saat itu, Hasmi.

Bambang juga menceritakan bahwa dirinya sempat dipaksa pulang dari Jakarta pada 7 Maret 2024 oleh Sekretaris Daerah Banyuasin sekarang, Erwin Ibrahim untuk menyerahkan uang sebesar Rp 200 juta lebih kepada penyidik Kejaksaan Negeri Banyuasin.

“Saya bingung, uang apa yang harus saya serahkan. Saya diperintahkan untuk menyerahkan uang tersebut ke penyidik, bukan ke Korpri. Bahkan, saya dipaksa oleh Sekda untuk menyediakan uang tersebut, apapun caranya, meski harus menjual rumah atau mobil,” ujar Bambang dalam sidang, Kamis (5/9/2024).

Bambang juga mengungkapkan, dirinya dijadikan tersangka oleh Kejari Banyuasin pada 14 Maret 2024, tujuh hari setelah menyerahkan uang tersebut, dengan tuduhan bahwa uang tersebut merupakan kerugian negara.

Selain itu, Bambang mengungkap adanya percakapan antara Ketua Korpri Erwin dengan seorang pejabat di Inspektorat Banyuasin, Ali, yang diangkat ke persidangan. Dalam percakapan yang terjadi pada November 2023 tersebut, Ali menyarankan agar Bambang dan Mirdayani dijadikan tersangka untuk menghentikan penyelidikan lebih lanjut dan mencegah kasus ini berkembang lebih jauh.

"Saya coba berkoordinasi dengan beliau terkait masalah Korpri, setelah itu Pak Erwin menelpon Pak Ali selaku Inspektorat, saat itu telepon di Loudspeaker. Pak Ali dimana? Dijawab Ali bahwa dirinya berada di Palembang, dan Erwin bertanya terkait masalah Korpri, dijawab Ali, untuk masalah Korpri kita tersangkakan saja Bambang dan Mirdayani biar kasus ini tidak merebak kemana-mana, dan tidak menarik ke siapa-siapa, dan dijawab Erwin jangan seperti itu Pak Ali, besok kami menghadap untuk koordinasi,” terang Bambang menirukan percakapan yang terjadi antara Erwin dan Ali di telpon.

Sementara itu, penasihat hukum Bambang, I Gede Pasek Suwardika, seusai sidang menyatakan bahwa kasus ini penuh dengan ketidakadilan. Ia menyoroti bahwa kedua terdakwa hanya mengikuti perintah atasan mereka, namun malah dijadikan kambing hitam.

“Kasus ini seperti sinetron dengan judul 'Terdakwa yang Tertukar'. Orang yang seharusnya bertanggung jawab malah tidak tersentuh hukum,” kata Gede Pasek.

Gede Pasek juga menyoroti hasil audit yang digunakan sebagai dasar dakwaan, yang menurutnya tidak valid dan penuh kejanggalan, karena kurangnya bukti yang mendukung temuan tersebut.

Pasek menambahkan, apabila hasil audit tersebut memang bermasalah, maka pasal-pasal yang didakwakan kepada kliennya tidak dapat diterapkan. Ia juga mempertanyakan mengapa pinjaman uang lain yang jumlahnya lebih besar tidak diproses dengan cara yang sama, menyiratkan adanya perlakuan yang tidak adil dalam penegakan hukum.

“Jika hasil audit tidak valid, maka pasal yang dikenakan kepada klien saya tidak bisa diterapkan. Ini sangat merugikan. Selain itu, jaksa pun tidak pernah menjelaskan kepada kedua terdakwa secara detail apa-apa saja yang dihitung sebagai kerugian tersebut,” tegasnya.

Menurut Pasek, kasus ini perlu menjadi sorotan publik karena memunculkan dugaan adanya tekanan dari atasan terhadap bawahannya dalam lingkup birokrasi.

Kasus ini, menurut Pasek pula bukan hanya perkara korupsi biasa, melainkan juga mencerminkan persaingan politik dan relasi kuasa di antara para pejabat di Kabupaten Banyuasin, yang membuat kedua terdakwa menjadi korban dari konflik kepentingan tersebut. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Redaksi
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV