SUARA INDONESIA, TORUT - Menteri Agama Kabinet Merah Putih, Nasaruddin Umar, membuka Sidang Raya XVIII Persekutuan Geraja-Gereja Indonesia (PGI) di Ke'te Kesu', Toraja Utara, Jumat 8 November 2024, kemarin.
Kegiatan yang dihadiri kurang lebih 5.000 peserta dari berbagai kota di Indonesia, juga dihadiri beberapa tamu undangan dari berbagai kalangan, seperti pejabat Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan, Gubernur Sulawesi Utara, Pj Bupati Mamasa, Pemerintahan Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara, hingga anggota DPR kabupaten, provinsi dan pusat. Selain itu, masyarakat umun turut hadir dalam meriah kegiatan tersebut.
Tarian Pagelu yang dilakukan secara massal, menjadi pembuka acara, yang disambut antusias oleh tamu undangan dan para peserta yang berpakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia. Tari Pagelu sendiri merupakan tarian khas dari Toraja.
Nasaruddin Umar dalam sambutannya saat membuka Sidang Raya XVIII PGI menyampaikan, ia ke Toraja serasa pulang ke kampung halaman karena salah seorang neneknya menikah dengan orang Toraja.
"Kita berjumpa di dalam suasana penuh keakraban di sini, terutama saya pribadi juga. Saya merasa pulang kampung, saya lahir di Bone, Sulawesi Selatan, tapi salah seorang nenek saya menikah dengan orang Tana Toraja, dari keluarga bermarga Sampetoding. Jadi saya masih banyak keluarga di Toraja," ucapnya.
Lanjut Nasaruddin, hadirnya pimpinan-pimpinan ormas keagamaan dalam pembukaan Sidang Raya XVIII PGI, menggambarkan bahwa Toraja, salah satu tempat yang sangat terkenal dengan toleransinya.
"Di sini buat saya tidak ada orang lain, saya memang masih tetap diminta oleh presiden sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, di samping sebagai menteri agama. Tapi seperti yang disampaikan tadi bahwa Istiqlal itu, the big house for humanity and every body can access Istiqlal (rumah besar bagi umat manusia dan setiap orang dapat mengakses Istiqlal)," jelasnya.
"Jadi rumah ibadah itu mestinya menjadi rumah besar untuk kemanusiaan, sekalipun itu bukan sebuah hal untuk spritual. Datanglah bernaung di rumah ibadah, karena ada energi spritual pada setiap rumah ibadah itu," imbuhnya.
Alumni Universitas Islam Makassar itu menambahkan, agar kiranya orang tua menanamkan sejak dini kepada anaknya rasa kebersamaan, bukan rasa perbedaan dan rasa kebencian. Karena alam bawah sadar yang ditanamkan sejak kecil susah dihapus dalam memori masa dewasa.
"Ada sebuah doktrin secara tradisional, tertanamkan dalam diri setiap anak. Mohon maaf apapun agamanya, seolah-olah agama yang bersangkutan itu paling benar, dan agama lainnya itu salah, keliru dan sesat, berarti kita mendoktrin anak kecil kita di bawah alam sadarnya itu rasa berbeda bahkan rasa konflik," sebutnya.
"Mungkinkah kita mencoba untuk melakukan perubahan yang kita tanamkan sejak usia dini adalah rasa kebersamaan bukan rasa perbedaan apalagi rasa kebencian," tambahnya.
Salah satu konferensi Internasional akan diadakan Desember mendatang, yang rencananya dibuka oleh Presiden RI dan dihadiri oleh sejumlah kepala negara.
"Mudah-mudahan, itu momentum yang sangat baik untuk memperkenalkan bahwa Indonesia itu adalah guru toleransi. Negara-negara perlu contoh bagaimana memperkenalkan bahwa perbedaan agama itu adalah sebuah seni, perbedaan etnik itu adalah karya seni Tuhan Yang Maha Kuasa," ucapnya.
"Perbedaan itu jangan di permasalahkan dan diratapi, tapi dirayakan perbedaanya. Keseragaman itu bukan suatu keindahan, justru keindahan itu adalah Bhineka Tunggal Ika. Bagi saya, kementerian agama itu bukan kementerian agama tertentu saja tapi kementerian seluruh agama," tutup Nasaruddin.
Pembukaan Sidang Raya XVIII PGI, di tandai dengan penabuhan gendang oleh Menteri Agama didampingi oleh Ketua PGI, Ketua BPS Geraja Toraja, Ketua Panitia Sidang Raya XVIII PGI, Gubernur Sulawesi Utara, Sekertaris Provinsi Sulawesi Selatan, Pj Bupati Mamasa, Bupati Tana Toraja dan Pj Bupati Toraja Utara. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Yudi Kurniawan |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi