BANDUNG, Polusi udara atau pencemaran udara, sudah menjadi hal biasa dirasakan bagi masyarakat perkotaan. Padahal polusi udara di daerah perkotaan yang umumnya didominasi asap kendaraan bermotor dan asap rokok, sangat berbahaya bagi kesehatan.
Kualitas udara akibat polusi tersebut tidak boleh disepelekan, karena berpotensi mengakibatkan terjadinya berbagai masalah kesehatan, mulai dari gangguan pernapasan, iritasi mata dan kulit, kanker paru-paru, bahkan hingga berujung kematian.
Untuk itu dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Pemerintah Kota Bandung telah mengajukan Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Bandung yang saat ini segera rampung dan disahkan.
Ketua Pansus 9 DPRD Kota Bandung, H. Rizal Khairul, SIP., M.Si menyebutkan Raperda diajukan walaupun Pemerintah Kota Bandung sudah menerbitkan Peraturan Wali Kota nomor 315 Tahun 2017, yang diantaranya telah mengatur tentang batasan KTR.
Diungkapkan Rizal, kewenangan pemerintah dalam mengatur perilaku merokok di daerah tidak hanya berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah di ubah kedua kalinya dalam UU No. 9 Tahun 2015, tapi juga UU No. 36 Tentang Kesehatan, serta PP 109/2012.
Selain itu ada juga peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan KTR, serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2013 tentang Peta jalan Pengelolaan Dampak Konsumsi Rokok bagi Kesehatan.
Menurutnya, dengan dibuatkan Reperda KTR di Kota Bandung tersebut diharapkan dapat mewujudkan dan meningkatkan derajat Kesehatan, serta memenuhi hak Kesehatan masyarakat akan udara yang bersih.
“Raperda itu mengatur orang untuk tidak merokok di sembarang tempat. Paling tidak, kalau merokok tidak merugikan orang lain,” ujarnya. Selasa 16 maret 2021
Lebih jauh dikatakan Ketua Pansus 9 DPRD Kota Bandung, derajat Kesehatan tertinggi yang dapat dicapai, adalah dengan tersampaikannya informasi yang benar tentang bahaya merokok, mengurangi konsumsi rokok di masyarakat khususnya masyarakat miskin, menurunkan jumlah perokok pemula, serta meningkatkan kesejahteraan keluarga, masyarakat dan negara.
Masih banyaknya perokok dari mulai anak-anak sekolah (SD, SMP, SMA) dan orang dewasa laki-laki dan perempuan, menjadi kendala pemerintah dalam mencegah dan menangani persoalan tersebut, disamping masih bebasnya kios-kios menjual rokok, ungkap Rizal Khairul.
Untuk itu diperlukan kerja sama semua elemen masyarakat untuk mengkampanyekan bahaya rokok dan berperilaku hidup sehat tanpa rokok, agar tidak menjadi habit baru bagi para perokok pemula usia sekolah.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Satria Galih Saputra |
Editor | : |
Komentar & Reaksi