JEMBER - Sekretaris Komisi D DPRD Jember, Edy Cahyo Purnomo menilai, Pemeritah Kabupaten (Pemkab) Jember masih terkesan tutup mata terhadap tenaga kesehatan (Nakes).
Salah satu contoh, dengan minimnya alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan saat penanganan pasien Covid-19.
Munurut dia, APD itu adalah alat kebutuhan pokok dan pelindung diri agar tidak tertular, bagi para nakes untuk berjuang menyelamatkan pasien.
"Jember sangat miris, perlakuan terhadap tenaga kesehatan. Pemerintah masih tutup mata terhadap nales. Padahal, mereka berjuang, nyawa taruhannya," lantangnya saat dikonfirmasi lewat sambungan selulernya, Minggu (17/07/2021).
Legislator ini menyebut, anggaran untuk sektor kesehatan sangat besar. Maka, tidak ada alasan bagi dunia kesehatan untuk kekurangan.
"Komisi D sudah mengusulkan angka fantastis untuk dunia kesehatan. Jadi, kami sangat menyayangkan, dengan minimnya APD di bawah. Pemerintah harus gerak cepat," paparnya.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini berjanji, akan terus mengevaluasi bagaimana sistem dan cara kerja dinas kesehatan selama pandemi Covid-19.
"DPRD mempunyai fungsi pengawasan. Kedepan, kalau masih kami temui keluhan seperti ini, akan kita panggil," ancamnya.
Di tempat terpisah, salah seorang pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jono Wasinuddin membenarkan kondisi itu.
Menurut Jono, karena panggilan pengabdian, para tenaga kesehatan harus biaya sendiri.
"Pengaduan banyak sekali. Tidak jarang, tenaga kesehatan jatuh sakit dan ikut menjadi korban karena tertular pasien, akibat minim APD," akui dia.
Jono memastikan, persediaan di setiap puskesmas di Kabupaten Jember rata-rata minim.
"Sementara pasien positif, semakin banyak. Yang meninggal, juga banyak. Sementara APD sangat-sangat minim. Ini yang banyak menjadi keluhan rekan kami anggota PPNI," pungkasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Imam Hairon |
Editor | : Nanang Habibi |
Komentar & Reaksi