SUMENEP- Peningkatan sektor kepemudaan dan ekonomi melalui program Santri Enterpreneur, diketahui menelan anggaran dengan jumlah yang fantastis, mencapai hingga miliaran rupiah.
Namun sayangnya, out put dari kegiatan tersebut, hingga saat ini dinilai tidak memiliki kejelasan sama sekali.
Diinformasikan, pada tahun 2021 lalu, program tersebut dianggarkan sebanyak Rp 2,9 M, melalui APBD. Ditambah dengan belanja barang sebesar Rp 826 juta. Sedangkan tahun ini, Disbudporapar Sumenep mengalokasikan anggaran Rp 1 M, untuk program Santri Enterpreneur.
Salah seorang aktivis di Kabupaten Sumenep Mohammad Nor mengatakan, dari berbagai rangkaian program yang ditujukan untuk mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, seharusnya Santri Enterpreneur mampu menjadi batu loncatan kabupaten Sumenep dapat menekan angka kemiskinan dan pengangguran.
Namun, setelah kurang lebih tiga tahun berjalan, hingga saat ini program tersebut tidak menuai hasil yang signifikan. Bahkan hanya terkesan buang-buang anggaran.
"Tapi faktanya menginjak 3 tahun menjabat tidak ada hasil yang signifikan bahkan hanya terkesan kegiatan buang-buang anggaran saja," ujarnya, Minggu (16/4/2023).
Nor mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan jika program dengan konsep dan tujuan yang bagus tersebut, diimplementasikan secara asal-asalan. Tanpa memikirkan out put yang jelas, serta manfaatnya bagi masyarakat luas dan Sumenep.
Ia menyebut, harusnya jika dalam jangka waktu dua tahun masih belum ada hasil yang berarti, maka Bupati perlu untuk segera melakukan evaluasi kepada OPD yang menaungi program tersebut, dalam hal ini Dinas Kebudayaan Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar).
"Seharusnya dalam 2 tahun tanpa output bupati harus segera melaksanakan evaluasi terhadap opd yang menjadi penanggung jawab dari program ini," ucapnya.
Hal itu senada dengan pernyataan dari Anggota Komisi IV DPRD Sumenep Sami'oddien yang juga menganggap bahwa, jika Santri Enterpreneur hanya sebatas pelatihan saja, maka dapat dipastikan tidak akan menuai hasil yang maksimal.
Terlebih, sejauh ini pelatihan dilakukan dengan waktu yang cukup singkat, serta tidak ada monitoring dan tindak lanjut setelah kegiatan pelatihan.
Menurutnya, lebih baik jika OPD terkait melakukan pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang sudah ada, dengan mengupgrade skill serta peralatan yang sebelumnya tradisional, menjadi moderen.
"Dengan waktu pelatihan yang hanya beberapa hari atau minggu, itu jelas tidak cukup. Lebih baik mengembangkan yang sudah ada, alatnya dilengkapi. Karena kalau pelatihan-pelatihan saja, ya percuma," katanya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Disbudporapar Moh Iksan saat dihubungi melalui media telpon mengaku belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut, karena saat ini pihaknya masih menjalani pemeriksaan oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK).
"Masih menunggu pemeriksaan BPK mas, selesainya nanti kami laksanakan sesuai dengan tahapannya," tandasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Wildan Mukhlishah Sy |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi