SUARA INDONESIA - Dewan Hak Asasi Manusia (HRC), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan gelar sesi khusus tentang krisis atas penggunaan kekerasan oleh pasukan keamanan terhadap para demonstran di Myanmar pada Jum'at (12/2/2021).
Hal tersebut dipicu oleh aksi kudeta militer di Myanmar kepada pemerintah yang digawangi oleh Min Aung Hlaing sebagai pemimpin kudeta dan rekan-rekan jenderalnya sejak Senin (1/2/2021) yang terus memicu kecaman global.
“Penggunaan kekuatan yang tak proporsional terhadap para demonstran tidak dapat diterima,” kata Koordinator Residen dan Koordinator Kemanusiaan di Myanmar Ola Almgren dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Anadolu Agency.
Politikus, jurnalis dan aktivis telah ditahan secara sewenang-wenang setelah kudeta, termasuk Aung San Suu Kyi, pimpinan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) setelah kemenangan partainya di pemilu November 2020 lalu.
Sementara itu, Draf resolusi tentang Myanmar secara resmi telah diserahkan oleh Inggris dan Uni Eropa pada kamis (11/2/2021) kepada HRC.
Menurut laporan Reuters, bahasa dalam draf tersebut terkesan lebih lunak dari sebelumnya yang diedarkan secara informal yang akan "mengutuk kudeta" menjadi "sangat menyesalkan kudeta", namun di sisi lain juga menuntut atas pembebasan Aung San Suu Kyi dan pejabat lainnya, serta adanya akses bagi pemantau hak asasi manusia PBB di negara itu.
"China dan Rusia yang memiliki hubungan dekat dengan militer Myanmar, telah melobi untuk melunakkan bahasa tersebut," kata para diplomat.
Menurut misi Inggris untuk PBB di Jenewa, terdapat 22 dari 47 negara anggota forum telah mensponsori teks tersebut.
"Kami yakin bahwa resolusi itu mendapat dukungan untuk disahkan," ujar seorang diplomat Barat kepada Reuters.
"Para sponsor berharap bahwa sebuah teks dapat diadopsi dengan suara bulat untuk mengirimkan sinyal yang kuat, tetapi mungkin akan sampai pada pemungutan suara," pungkasnya. (Aldi Nur Fadil Auliya)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Aditya Mulawarman |
Editor | : |
Komentar & Reaksi