SUARA INDONESIA.- Pembunuhan Yahya Sinwar, salah satu pemimpin utama Hamas, telah menimbulkan berbagai reaksi di Israel dan dunia internasional.
Bagi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kematian Sinwar adalah langkah strategis penting dalam upaya menghentikan konflik berkepanjangan antara Israel dan Hamas.
Netanyahu menyebut ini sebagai "awal dari akhir" perang yang telah berlangsung lebih dari setahun, terutama setelah serangan besar Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2024.
Yahya Sinwar dikenal sebagai tokoh kunci dalam Hamas, organisasi militan yang memerintah Jalur Gaza.
Ia dianggap sebagai otak di balik serangan besar terhadap Israel, yang menewaskan ratusan warga sipil.
Hamas, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel dan banyak negara Barat, termasuk Amerika Serikat, selama ini terus berkonflik dengan Israel terkait perebutan wilayah dan hak-hak Palestina.
Netanyahu menyatakan bahwa pembunuhan Sinwar adalah momentum penting untuk mengakhiri perlawanan Hamas di Gaza.
Ia mengajak Hamas untuk menyerahkan senjata dan membebaskan lebih dari 100 sandera, yang sebagian besar adalah warga Israel dan asing yang masih ditahan di Gaza.
Bagi Netanyahu, kemenangan ini bisa menjadi titik balik untuk menutup garis depan pertempuran di Gaza, yang juga telah menyebar ke Lebanon dan Yaman.
Masyarakat Israel, yang telah lelah dengan perang berkepanjangan, merespon pembunuhan Sinwar dengan berbagai reaksi.
Beberapa melihatnya sebagai pembenaran atas keputusan Netanyahu yang selama ini menolak tekanan internasional untuk melakukan gencatan senjata.
Sebagian lain, terutama keluarga sandera, berharap ini akan mempercepat pembebasan orang-orang yang masih tertahan di Gaza.
Sementara itu, beberapa pejabat Israel, termasuk Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, menyerukan agar Israel tidak menghentikan pertempuran hingga Hamas benar-benar menyerah.
Bagi banyak warga Israel, pembunuhan Sinwar adalah langkah penting, namun belum cukup untuk menyatakan berakhirnya konflik.
Hingga saat ini, Hamas belum memberikan respon resmi terkait kematian Sinwar.
Namun, Wakil Kepala Hamas, Khalil Al-Hayya, menyatakan bahwa mereka tidak akan membebaskan sandera Israel sampai Israel menghentikan "agresinya" dan menarik pasukannya dari Gaza.
Situasi di lapangan juga semakin tegang, dengan warga Palestina yang terus berduka atas korban yang jatuh akibat serangan Israel.
Meski Netanyahu menyebut kematian Sinwar sebagai "awal dari akhir", banyak analis percaya bahwa konflik ini belum selesai.
Hamas masih memiliki dukungan di Gaza, dan pengganti Sinwar kemungkinan akan terus melanjutkan perlawanan.
Di sisi lain, Israel juga menghadapi tekanan internasional untuk mencapai gencatan senjata dan mengakhiri penderitaan warga sipil di Gaza.
Namun, kematian Sinwar jelas memberikan keuntungan politis bagi Netanyahu, yang selama setahun terakhir menghadapi tekanan besar baik dari dalam negeri maupun dari komunitas internasional.
Apakah ini benar-benar akan menjadi akhir dari perang atau hanya fase baru dalam konflik yang lebih panjang, masih harus dilihat.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Aditya Mulawarman |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi