SUARA INDONESIA, SURABAYA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja menerbitkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan II-2024.
Laporan ini mencakup evaluasi mendalam mengenai kondisi ekonomi global dan domestik, perkembangan kredit dan pembiayaan, serta profil risiko yang dihadapi sektor perbankan nasional.
Pelaksana Tugas Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, mengungkapkan bahwa laporan ini bertujuan untuk memberikan gambaran komprehensif bagi pemangku kepentingan di sektor keuangan terkait dinamika terkini di pasar perbankan nasional.
Laporan LSPI edisi ini mengungkap stagnasi di perekonomian global, yang masih dibayangi ketidakpastian tinggi akibat tekanan inflasi dan ketidakpastian pasar keuangan.
Pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat, Eropa, dan Inggris menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya, namun hal sebaliknya terjadi di Tiongkok.
Negara ekonomi terbesar kedua di dunia ini masih bergulat dengan lemahnya permintaan domestik dan tekanan pada sektor propertinya, menciptakan kekhawatiran baru terhadap stabilitas ekonomi regional.
Pengaruh terhadap Ekonomi Global
Di tengah ketidakpastian ekonomi, salah satu faktor yang menjadi sorotan dalam laporan OJK adalah kebijakan moneter yang diterapkan oleh Federal Reserve (The Fed).
Sejak awal tahun hingga Juni 2024, The Fed mempertahankan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) pada tingkat tinggi dengan pendekatan "high for longer".
Keputusan ini dilakukan untuk menekan inflasi yang masih berada di atas target meskipun telah menunjukkan tren penurunan. Namun, dampak dari kebijakan tersebut baru akan terlihat nyata pada September 2024, ketika The Fed dijadwalkan untuk memangkas suku bunga.
Menurut OJK, ketatnya kebijakan moneter The Fed ini memiliki dampak besar terhadap stabilitas makroekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia.
Dengan mempertahankan suku bunga tinggi, biaya pinjaman di tingkat global meningkat, yang pada akhirnya dapat menghambat investasi dan mendorong volatilitas di pasar keuangan global.
Laporan OJK menyoroti pentingnya kebijakan ekonomi domestik yang adaptif untuk menjaga kestabilan di tengah situasi ekonomi global yang semakin bergejolak.
Dampak terhadap Perdagangan Global
Tidak hanya kebijakan moneter, laporan OJK juga menyoroti berbagai risiko geopolitik yang berpotensi mengancam stabilitas keuangan global.
Konflik yang terus berlanjut di Timur Tengah dan Ukraina serta gangguan perdagangan di jalur Laut Merah menambah kekhawatiran di pasar internasional.
Di sisi lain, perubahan iklim juga dianggap sebagai ancaman jangka panjang yang dapat memicu kenaikan harga komoditas, memperberat tekanan inflasi.
Menjelang Pemilu Presiden AS pada November 2024, ketidakpastian politik di Amerika Serikat turut menambah kekhawatiran di pasar keuangan.
OJK memperingatkan bahwa ketidakstabilan politik di negara ekonomi terbesar dunia ini dapat mempengaruhi likuiditas dan kinerja perbankan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, melalui kanal pasar modal dan arus modal global.
Tantangan dan Peluang
Di tengah kondisi global yang kurang kondusif, OJK melaporkan bahwa ekonomi Indonesia tetap bertahan meski mengalami sedikit perlambatan pada triwulan II-2024.
Perlambatan ini disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi domestik, investasi, dan pengeluaran pemerintah yang cenderung lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Namun, sektor ekspor berhasil menunjukkan performa positif, yang menjadi salah satu penopang utama stabilitas ekonomi nasional.
Menurut LSPI, perlambatan konsumsi domestik sebagian besar disebabkan oleh berakhirnya efek stimulasi dari periode pemilihan umum yang sebelumnya mendorong pengeluaran rumah tangga dan investasi.
Meski demikian, OJK tetap optimis bahwa kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif dapat mendorong stabilitas ekonomi Indonesia di tengah tantangan global.
Upaya Jaga Stabilitas Perbankan
Sebagai langkah antisipatif, OJK juga memperkenalkan serangkaian kebijakan perbankan untuk menjaga stabilitas sektor keuangan nasional.
Kebijakan-kebijakan ini mencakup peningkatan kualitas kredit, pengawasan risiko likuiditas, dan pemantauan ketat terhadap perkembangan rasio non-performing loan (NPL) perbankan.
Selain itu, OJK juga terus meningkatkan koordinasi dengan lembaga keuangan lain guna memperkuat fondasi perbankan nasional dalam menghadapi tantangan eksternal.
Pembahasan khusus dalam LSPI kali ini adalah terkait "Interkoneksi Kebijakan Moneter The Fed dengan Stabilitas Makroekonomi dan Kondisi Perbankan Indonesia".
OJK menekankan pentingnya mengelola risiko yang timbul akibat ketergantungan Indonesia pada kebijakan moneter global, khususnya dari The Fed.
M. Ismail Riyadi menyatakan bahwa koordinasi lintas sektor dan penguatan kebijakan makroprudensial menjadi kunci untuk menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia dalam menghadapi dampak eksternal.
Laporan Surveillance Perbankan Indonesia Triwulan II-2024 yang diterbitkan OJK ini menjadi panduan penting bagi para pelaku industri keuangan dalam mengantisipasi berbagai risiko yang muncul, baik dari dalam maupun luar negeri.
Di tengah kondisi global yang penuh tantangan, OJK terus berkomitmen untuk menjaga stabilitas dan keandalan sektor perbankan nasional melalui kebijakan yang adaptif serta koordinasi yang kuat dengan lembaga terkait.
Dengan memperhatikan dinamika ekonomi dan faktor risiko yang berkembang, OJK optimis bahwa sektor perbankan Indonesia mampu melewati masa-masa sulit ini dengan tetap menjaga pertumbuhan dan stabilitas yang berkelanjutan. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Dona Pramudya |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi