SUARA INDONESIA, NGAWI - Sri Widajati adalah pencipta Orek-Orek tarian Khas Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. di Desa Walikukun, Kecamatan Widodaren, Ngawi, Sri Widajati lahir pada 6 November 1953 silam.
Meskipun usianya kini memasuki 72 tahun, pensiunan pegawai negeri sipil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan itu hingga sekarang masih menekuni sebagai seniman di bidang tari, karawitan hingga seni pentas ketoprak.
Walaupun tari Orek-Orek yang kini tak lagi diperhatikan bahkan dilupakan di bumi kandung Orek-Orek, Sri Widajati dengan segala kemampuannya terus menggemakan agar tarian itu tidak punah. Melatih dan kadang mendapatkan job di berbagai undangan, tari Orek-Orek menjadi tarian yang wajib ditampilkan oleh Sri Widajati bersama murid-muridnya.
Ditemui di kediamannya di Desa Beran, Kecamatan Ngawi, pada Selasa (4/6/2024). Sri Widajati menceritakan berbagai pengalamannya saat dirinya menciptakan tari Orek-Orek yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai tarian khas Ngawi itu.
"Sejak kecil sebetulnya saya suka dalang yang memainkan wayang kulit. Namun ketertarikan terhadap seni kerawit dan tari muncul saat mengenyam sekolah di Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Surakarta, yang saat ini namanya Institut Seni Indonesia (ISI)," kata Sri Widajati yang bersuamikan purnawirawan Polri.
Selama di ASKI, Sri Widajati boleh dikatakan orang yang paling beruntung, sebab kelihaiannya dalam menekuni sebagai seorang seniman, ia sering diajak berkeliling ke luar negeri untuk mengenalkan budaya seni tari oleh gurunya yang juga seniman terkenal Yogyakarta yakni Bagong Kusudiardjo.
"Pak Bagong Kusudiardjo menurut saya adalah orang yang paling berjasa dalam mengenalkan budaya seni tari milik Indonesia ke mancanegara. Saya adalah orang yang sering diajak oleh Pak Bagong mengenalkan budaya seni tari, kami juga sering tampil di TVRI Surabaya kala itu," ungkapnya sambil terbata-bata.
Tepatnya pada tahun 1981, Sri Widajati bersama teman-temannya penggiat seni di Ngawi melakukan riset penelitian soal budaya seni tari. Berlokasi di Desa Pangkur setelah memakan waktu penelitian yang cukup lama, lahirlah seni tari di Ngawi yang dinamakan Orek-Orek yang artinya berbagai warna.
"Dulu penelitiannya melalui sebuah kesenian teater sejenis ketoprak yang dulunya populer di Ngawi. Dan pada saat itu, dengan kawan-kawan saya sering keliling menonton ketoprak sambil mengamati gerakan-gerakan pemain ketoprak itu yang diiringi musik gamelan," ujarnya.
Dijelaskan Sri Widajati, nama gerakan tari Orek-Orek merupakan penggabungan seni tari dari berbagai wilayah khususnya di Jawa Tengah dan pengalaman rekan seniman yang pernah menjadi buruh kuli bangunan pada jaman Belanda saat menjajah Indonesia.
"Jadi semua gerakan itu ada artinya. Salah satunya diambil pada saat Belanda menjajah Indonesia. Ketika itu teman saya menjadi buruh kuli bangunan membangun sebuah jembatan di Semarang. Nah, di situlah dari gerakan-gerakan buruh itu kita ambil sehingga menjadi sebuah gerakan seni tari," tambahnya.
Lanjutnya, kata dia, pada tari Orek-orek terdapat makna simbolis seperti pada kostumnya dan gerakannya yang menggambarkan seseorang yang bekerja keras.
Selain memiliki makna simbolis, tari Orek-orek juga memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti nilai religius (berdoa kepada Tuhan), nilai moral (kesungguhan dalam bekerja), dan nilai keindahan, hal tersebut menjadi alasan utama Sri Widajati untuk terus berupaya melestarikan tari Orek-orek.
"Jadi tari Orek-Orek boleh dikatakan sebagai lambang pergaulan atau gotong royong," ucap Sri Widajati pemilik sanggar seni tari Sri Budaya.
Semangat dan perjuangannya untuk menjadikan tari Orek-Orek sebagai ikon Ngawi tidak berhenti disitu. Jatuh bangun yang dialami Sri Widajati justru di apresiasi oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Secara langsung ia diundang SBY untuk tampil di teater Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
"Dulu Pak SBY mengundang kami melalui Pemda Ngawi untuk tampil di TMII, namun saat itu Pemda menolak. Kami tidak tahu alasan menolak kenapa. Lalu melalui utusan dari Pak SBY, kami diundang secara langsung, akhirnya bisa berangkat dan tampil di teater TMII," tuturnya.
Berkat kegigihannya, tari Orek-Orek pernah ditampilkan dengan jumlah penari terbanyak di dunia dan Sri Widajati mendapatkan rekor MURI. Tak berhenti disini, pada tahun 2022 Sri Widajati mendapatkan penganugerahan sebagai kreator bidang seni tari dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dengan penghargaan pula berupa uang senilai Rp 50 juta.
Sri Widajati pun menaruh harapan, kepada Pemerintah Daerah Ngawi saat ini untuk terus melestarikan tari Orek-Orek yang menjadi tarian khas, bahkan sudah diakui dan dikenal baik di dalam ataupun di luar negeri.
"Anak anak sekolah sekarang tidak mengenal tarian khas asli Ngawi yaitu Orek-Orek. Besar harapan agar tari ini kembali dikenalkan sejak sekolah usia dini, dari Paud hingga tingkat atas. Dan menjadi sebuah kegiatan wajib di saat Pemda Ngawi menggelar acara-acara resmi, tarian ini agar ditampilkan," pintanya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Ari Hermawan |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi